[caption id="attachment_341421" align="aligncenter" width="465" caption="Petugas mengamankan sejumlah ABK warganegara asing yang melakukan pencurian ikan (Illegal Fishing). (Sumber: Antara/Septianda Perdana)"][/caption]
Isu mengenai tindakan penangkapan ikan yang dilakukan secara tidak sah (illegal), tidak dilaporkan (unreported), dan tidak diatur (unregulated) atau yang dikenal dengan Illegal Unreported and Unregulated(IUU) Fishing kembali mencuat ke permukaan.
Adalah Presiden Joko Widodo menyatakan akan menenggelamkan kapal-kapal asing yang melakukan tindakan tersebut di perairan Indonesia. Ini merupakan sinyal bagus dan harus dijadikan momentum bagi semua pihak untuk mengembalikan kedaulatan maritim NKRI dan memanfaatkan kekayaan laut tersebut untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Menurut catatan dari Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia atau FAO (Food and Agriculture Organization) pada tahun 2008 diperkirakan Indonesia mengalami kerugian sebesar 1 juta ton/tahun atau mencapai Rp 30 triliun per tahun. Sedangkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2014 ini mencatat kerugian negara akibat tindakanillegal fishingdiperkirakan melebihi Rp 101 triliun per tahunnya. Tingkat kerugian tersebut adalah sekitar 25 persen dari total potensi perikanan yang dimiliki Indonesia sebesar 1,6 juta ton per tahun. Walaupun terdapat perbedaan data, yang pasti, kita ambil data dari mana saja, kesimpulannya akan sama, aktivitasillegal fishingini sangat merugikan dan mengusik kedaulatan bangsa kita sehingga dengan risiko apapun kita harus berani bertindak untuk mengamankan kekayaan laut dan menegakan kedaulatan bangsa.
Dua Fenomena
Saat ini paling tidak ada dua hal yang perlu kita cermati berkaitan dengan sumberdaya perikanan dunia dan Indonesia khususnya. Pertama, permintaan ikan dunia pada beberapa tahun kedepan diperkirakan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk serta meningkatnya kebutuhan sumber pangan yang berasal dari laut. Di sisi lain, telah terjadi over fishing (tangkap lebih) dibeberapa wilayahfishing ground(tempat penangkapan ikan) utama di dunia. Pada 1996 saja, dari 14 daerah penangkapan ikan utama dunia (the world’s major fishing grounds), sembilan di antaranya telahover fishing, sedangkan lima fishing ground masih dapat dikembangkan (FAO, 1996). Perairan laut Indonesia termasuk yang masih bisa dikembangkan. Fakta global inilah yang membuat wilayah laut Indonesia menjadi incaran para kapal asing. Sehingga wajar jika ada negara lain yang bereaksi keras terhadap rencana Indonesia untuk memperketat wilayah perairannya.
Kedua, krisis pengelolaan yang ditandai oleh ketidakmampuan kerangka kebijakan, kerangka hukum, kerangka kelembagaan, dan kapasitas sumberdaya manusia, dalam menyikapi fenomena pertama diatas. Krisis pengelolaan ini ditandai dengan ketidakmampuan Negara dalam mengamankan wilayah perairan Indonesia. Indonesia dengan potensi produksi lestari (Maximum Sustainable Yield = MSY) ikan laut sebesar 6,5 juta ton/tahun merupakan salah satu negara dengan potensi ikan laut terbesar di dunia. MSY ikan laut dunia sekitar 90 juta ton/tahun (FAO, 2010). Artinya, sekitar 7,2 persen ikan laut dunia terdapat di Indonesia.
Sementara, negara-negara yang selama ini melakukan pencurian ikan di wilayah laut Indonesia (Thailand, Pilipina, Vietnam, Malaysia, RRC, dan Taiwan) memiliki potensi sumberdaya ikan laut yang jauh lebih kecil ketimbang yang dimiliki Indonesia. Selain itu, krisis pengelolaan juga ditandai dengan lemahnya kapasitas sumberdaya yang dimiliki Indonesia. Sebagai contoh, menurut Dahuri (2012) Indonesia baru punya 25 kapal patroli perikanan di bawah pengelolaan KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan), dan dari jumlah itu, hanya 6 kapal patroli yang mampu beroperasi di ZEEI dan laut dalam. Dengan armada seperti itu, sangat terlihat jelas kemampuannya tidak sebanding dengan luas laut yang ada.
Momentum Penting
Sangatlah melegakan jika Presiden Joko Widodo secara tegas menyatakan bahwa akan menenggelamkan kapal-kapal berbendera asing yang masuk ke perairan Indonesia secara illegal. Tentunya pernyataan ini bermaksud untuk menegakan kedaulatan NKRI dan menjaga kekayaan laut agar tidak lagi dicuri oleh kapal-kapal asing.
Akan tetapi, sebagaimana harapan semua warga bangsa, tentunya semangat untuk memberantas praktik illegal fishing ini tidak hanya jargon belaka. Sehingga, paling tidak ada tiga hal yang harus segera dibenahi dalam memberantas praktik illegal fishing di Indonesia, kalau pernyataan Pak Presiden tidak mau dianggap sebagai jargon belaka. Pertama, pembenahan sistem pengamanan di laut. Selama ini, pengamanan laut sering diangap sebelah mata. Oleh karenanya, tidak ada upaya serius untuk meningkatkan kapasitas sistem pengamanan di laut. Sistem pengamanan yang dimaksud dapat berbasis pada teknologi seperti penggunaan VMS (Vessel Monitoring Systems) yang direkomendasikan pula oleh FAO, atau sistem pengamanan laut berbasis masyarakat seperti yang dilakukan di Jepang. Di Jepang, komunitas perikanan lokal mengawasi daerah penangkapannya dari illegal fishing secara bersama-sama dengan ujung tombak “gyogyou kumiai” (fisheries cooperative).
Kedua, pembenahan tata kelola laut Indonesia. Selama ini, pengelolaan sektor kelautan seakan berjalan sendiri-sendiri tanpa ada koordinasi dan arah yang jelas. Sehingga diperlukan sinergi dari semua pihak, baik aparat TNI, Kepolisian, Masyarakat dan pemerintah itu sendiri dalam menjaga perairan Indonesia.
Ketiga, meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia dan armada nelayan. Hal ini menjadi penting karena dari aspek kemampuan kapal ikan Indonesia, dari total sekitar 600 ribu unit kapal ikan Indonesia, hanya sekitar 1 persen yang mampu beroperasi dan menangkap ikan di wilayah laut ZEEI, laut perbatasan, dan laut dalam. Sisanya, 99 persen armada kapal ikan hanya mampu beroperasi di wilayah laut yang dekat pantai atau laut dangkal.
Apa yang kita bicarakan ini baru pencurian ikan. Belum pencurian minyak, batubara, uranium, emas dan banyak sumberdaya alam lainnya yang dicuri tiap hari. Kita tunggu tindak lanjut yang lebih konkret komitmen menjaga kekayaan Ibu Pertiwi ini.
Sumber : Republika Online (Minggu, 7 Desember 2014)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H