Mohon tunggu...
Meirri Alfianto
Meirri Alfianto Mohon Tunggu... Insinyur - Seorang Ayah yang memaknai hidup adalah kesempatan untuk berbagi

Ajining diri dumunung aneng lathi (kualitas diri seseorang tercermin melalui ucapannya). Saya orang teknik yang cinta dengan dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Setiap Tulisan Akan Selalu Menemukan Pembacanya

24 Agustus 2021   08:00 Diperbarui: 24 Agustus 2021   08:08 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi penulis di Kompasiana itu selalu ada suka dukanya. Tak dipungkiri, mendapatkan label Nilai Tertinggi (NT), Terpopuler, Artikel Utama (AU), apalagi menjadi Tren Pekan ini (TPI) jelas menjadi kepuasan tersendiri. Ada rasa senang bercampur bangga. Manusiawi. Makin hepi kalau dapat sangu akhir bulan berupa K-reward dari pengelola.

Tetapi tidak melulu hepi. Adakalanya sedih juga. Namanya juga hidup. Seperti halnya kopi. Kadang manis, kadang pahit. Tapi banyakan mana? Pahit atau manis selama menulis? Jawab masing-masing saja ya..

Mungkin tidak semua, bagi sebagian penulis ada rasa sedih berikut kecewa tatkala artikel yang ditulis dengan penuh ketulusan itu ternyata sepi pembaca. Padahal rasanya kita sudah maksimal banget menganggitnya. 

Segala daya upaya telah dicurahkan demi membuat artikel terbaik bagi khalayak. Sajian artikel itu tidak ditulis secara serampangan. 

Ada waktu, tenaga, serta pemikiran yang ekstra bahkan untuk menuliskan sepenggal paragraf. Semua itu semata hanya demi menyajikan seporsi hidangan literasi yang renyah untuk dinikmati. 

Penulis bahkan melengkapi dengan riset dan hunting gambar demi memperkaya isi. Tujuannya supaya bermanfaat bagi pembacanya. Entah manfaat berupa hiburan, wawasan, maupun ilmu pengetahuan.

Saya tak akan mengeluh menyalahkan admin Kompasiana (K). Mendapatkan label NT, Terpopuler, AU, dan TPI jelaslah sebuah keuntungan. Jumlah pembaca bisa terdongkrak secara signifikan bila artikel duduk manis disana. Ada yang bilang kalau admin K pilih kasih. 

Kalau buat saya sih tidak. Itu hanya dinamika kecil yang wajar. Namanya juga strategi menggaet pasar demi mendatangkan keuntungan. Strategi yang paling efektif itulah yang akan diterapkan. Tidak hanya Kompasiana. Semua bidang usaha akan melakukan hal yang sama. 

Strategi kolom AU, NT, Terpopuler, dan TPI mungkin dimaksudkan agar penulis terpacu untuk menghasilkan artikel yang bisa bertengger disana. Tidak hanya tulisan terbaik, tetapi juga strategi terbaik untuk menggaet pembaca sebanyak mungkin.

Sedihnya bila artikel sepi pembaca...

Saya dulu sempat sedih kalau artikel yang sudah saya tulis itu sepi pembaca. Bermacam-macam pikiran negatif kemudian timbul. Seperti apakah tulisan saya jelek, benarkah artikel saya kurang bermutu, sungguhkah artikel ini membosankan, sampai pikiran negatif pada admin: ini gara-gara tulisan saya tak dilabel makanya sepi. Atau berpikir seharusnya tulisan saya layak AU nih. Kok cuma dapat label Pilihan?

Namun pelan-pelan saya belajar. Salah satunya saya belajar dari Kompasianer Abdul. Beliau sudah lama tidak menulis. Tetapi tulisannya di jalur Fiksi berupa cerpen dan puisi harus saya akui sangat bagus. 

Admin Kompasiana pun sependapat dengan saya karena beberapa karya fiksinya itu diganjar label Artikel Utama (AU). Nah, suatu saat ia menuliskan komentar di salah satu artikel saya, "Pak, ayo nulis tentang pengelasan lagi.."

Saya jawab, "Wah pengelasan kurang populer mas di Kompasiana"

Ia berujar lagi dan ini yang saya ingat sampai sekarang, "Ojo kuatir pak. Setiap artikel akan selalu menemukan pembacanya."

Beberapa contoh tulisan yang awalnya sepi kini sudah menemukan pembacanya

Perkataannya benar. Inilah beberapa bukti artikel saya yang tadinya sepi pembaca tetapi seiring berjalannya waktu ternyata mendapatkan animo yang memuaskan.

Artikel Penulis yang awalnya sepi pembaca#1. Gambar: tangkapan layar artikel Penulis di Kompasiana
Artikel Penulis yang awalnya sepi pembaca#1. Gambar: tangkapan layar artikel Penulis di Kompasiana

Artikel diatas saya tulis pada Agustus 2020. Artikel itu tidak mendapatkan label. Maka wajar, saya ingat dalam satu bulan sejak tayang, artikel itu hanya mendapatkan views kurang dari 70. 

Setelah itu saya tidak pernah memeriksanya lagi. Namun betapa terkejutnya saya saat menengoknya beberapa bulan kemudian. Artikel tersebut ternyata mendapat 3381 viewers. Buat saya, itu jumlah yang sama sekali tidak kecil.

Artikel Penulis yang awalnya sepi pembaca #2. Gambar: tangkapan layar artikel penulis di Kompasiana
Artikel Penulis yang awalnya sepi pembaca #2. Gambar: tangkapan layar artikel penulis di Kompasiana

Artikel diatas saya tulis berdasarkan pengalaman pribadi saat masih bekerja di Batam. Sesungguhnya saya mengira artikel ini akan ramai dibaca karena ada keunikan. Masyarakat Batam karena dekat dengan Singapura, banyak yang menjalankan bisnis Thrifting baju yang mendatangkan dari negara tetangga itu. 

Tetapi perkiraan saya meleset. Hingga 2 bulan penayangan, artikel itu masih sepi. Tak sampai 100 pengunjung. Ceritanya sama, beberapa bulan kemudian setelah ditilik ternyata cukup banyak mendapat animo pengunjung. 

Artikel Penulis yang awalnya sepi pembaca #3. Gambar: tangkapan layar artikel penulis di Kompasiana
Artikel Penulis yang awalnya sepi pembaca #3. Gambar: tangkapan layar artikel penulis di Kompasiana

Awalnya saya mengira bahwa artikel diatas akan cukup menarik minat pembaca untuk singgah. Matematika memang acapkali menjadi momok siswa. Itu sangat relate dengan kehidupan sehari-hari. Tetapi saya sempat mengira itu salah. Sebabnya hingga satu bulan tayang, saya prihatin pengunjungnya tidak sampai 70. Kini seperti yang anda lihat, artikel tersebut sudah menarik hampir seribu viewers.

Masihkah sedih dan kecewa?

Jadi, masihkah anda sedih dan kecewa saat menjumpai artikel anda sepi pembaca? Atau malah anda sudah menghapusnya? Saya pikir 3 contoh artikel diatas sudah cukup menjawab mengapa kita sebagai penulis tidak perlu kecewa apalagi dihapus. Jejak digital itu tidak pernah hilang. Kita tidak tahu kapan orang lain benar-benar membutuhkannya.

Tiga contoh artikel diatas tidak masuk kategori NT, Terpopuler, TPI, apalagi AU. Membuktikan bahwa tanpa raihan empat kategori itu, artikel tetap mungkin laku. Tanpa endorsement dari admin pun, artikel tetap menemukan pembaca.

Sekalipun jumlah view sudah tidak masuk dalam hitungan K-reward, tetapi saya tetap hepi. Ada kepuasan batin tersendiri. Orang lain tidak akan tahu bagaimana senangnya, namun kegembiraan itu sanggup meningkatkan imunitas bagi penulisnya. Remember, hati yang gembira adalah obat yang manjur.

Kalau saya hanya menyajikan 3 contoh, bukan berarti hanya 3 artikel tersebut yang memiliki cerita serupa. Masih ada yang lain. Dan sedikit catatan, ketiga artikel tersebut saya anggit sewaktu saya masih centang hijau. Jadi sesungguhnya tidak ada bedanya antara centang hijau maupun biru. Semua bisa berkontribusi positif dan menyebarkan inspirasi bagi dunia literasi. 

Menulis untuk bersenang-senang dan motivasi tulus untuk menyajikan manfaat bagi orang lain

Saya tidak ingin memberikan filosofi yang terlalu njlimet. Toh, saya bukan ahlinya. Jadi kalau tulisan anda saat ini hanya dibaca oleh segelintir orang, jangan kuatir lalu hilang semangat. 

Hilangkan pikiran-pikiran jelek seperti yang dulu saya alami: tulisan saya tidak bermutu, tulisan saya tidak berguna, admin kejam tulisan saya tidak dilabel. Semua itu hanya melemahkan semangat dan kreativitas kita dalam berliterasi. Padahal sejatinya tulisan itu hanya belum menemukan pembaca yang pas.

Menulis itu adalah hobi. Hobi memberikan kesenangan. Jadi bagi penulis, menulis adalah cara untuk bersenang-senang. Sharing pengalaman yang bermanfaat untuk orang lain apapun bentuknya. Apakah sekedar sebagai hiburan, menambah wawasan, menggali ide, atau mempertebal ilmu pengetahuan. 

Sekecil apapun itu tetaplah bermanfaat. Jangan kuatir, bagi satu orang mungkin itu hanyalah hal yang remeh temeh, tidak bermutu, takada kebaruan, dan lain-lain. Tetapi bagi orang lain mungkin itu serupa mutiara yang berharga. 

Seiring dengan berjalannya waktu, saya belajar bahwa tidak ada tulisan yang tak berguna bila kita menuliskannya dengan setulus hati. Mungkin tidak hari ini, bisa jadi di tahun-tahun mendatang artikel itu akan bermanfaat bagi orang lain.

Terimakasih dan Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun