Mengapa perbandingan skala ini menjadi menarik? Karena Bu Risma menjadi pemimpin keduanya. Meskipun menteri bukanlah presiden, namun area kerjanya mencakup keseluruhan area nasional.
- Luas wilayah kota Surabaya hanya 350 km2. Sedangkan luas wilayah NKRI adalah 1.919.440 km2.
- Jumlah penduduk kota Surabaya adalah 3,15 juta jiwa menurut data BPS pada tahun 2019. Sedangkan jumlah penduduk Indonesia menurut data BPS pada 2020 sebanyak 268,5 juta jiwa.
- Jumlah penduduk kategori miskin di Surabaya ketika Risma awal menjabat sebagai walikota adalah 195 ribu jiwa. Sedangkan jumlah penduduk miskin di NKRI pada catatan BPS Juli 2020 sebanyak 26,4 juta jiwa.
- APBD kota Surabaya pada 2020 sebesar 10,3 triliun. Sedangkan anggaran kementerian sosial pada 2021 mencapai 92,82 triliun.
Menilik dari data diatas sudah jelas beban dan tanggung jawab yang berada di pundak Risma jauh lebih besar. Belum lagi adanya pandemi covid-19 yang membuat banyak orang membutuhkan bantuan sosial. Banyak pekerja kehilangan pekerjaan, pengangguran terbuka bahkan meningkat dengan tajam. Kondisi ini berimplikasi pada angka kemiskinan yang turut naik.
Risma jelas dihadapkan pada tantangan yang berliku. Belum lagi kementerian yang dipimpinnya merupakan instansi yang namanya telah tercoreng akibat kasus korupsi.
Kita tentu masih ingat korupsi yang menimpa mantan menteri Juliari Batubara. Ia menjadi pesakitan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah diduga terlibat dalam korupsi bansos.
Kasus korupsi sebelumnya juga menimpa Idrus Marham walaupun bukan dalam peran sebagai menteri sosial, melainkan ia diduga menerima suap untuk memuluskan proyek PLTU Riau-1 ketika masih menjadi anggota DPR. Kesimpulannya memimpin Kemensos jelas lebih menantang dibandingkan pada saat Risma menjadi walikota.
Persoalan penyaluran bantuan sosial (bansos) mungkin memang menjadi PR besar bagi Risma. Anggaran bansos tidak kecil akibat pandemi. Bansos memiliki porsi anggaran sekitar 60 persen dari keseluruhan anggaran yang dimiliki oleh Kemensos atau sekitar 50,7 triliun. Perkara bansos bahkan disorot langsung oleh Presiden Jokowi.
Ia berkali-kali mengingatkan bahwa anggaran sedemikian besar harus bisa berdampak langsung. Persoalan bansos ini memang bukan perkara yang ringan. Panjangnya birokrasi, data yang tidak akurat, hingga lemahnya mental para birokrat mengakibatkan anggaran ini rawan diselewengkan.