2 sasi iki wis yen tak itung wis ping 6 mas. Terakhir dhek mau esuk sekitar jam 3 nan begal ning ngarep ruko sing lagi dibangun kuwi.. (2 bulan ini kalau kuhitung sudah 6 kali mas. Terakhir tadi pagi sekitar jam 3-an ada begal didepan ruko yang sedang dibangun itu
Begitulah percakapan saya kira-kira 2 minggu yang lalu dengan seorang penjual angkringan langganan saya di dekat rumah. Pria asli Boyolali, Jawa Tengah itu setiap hari mulai membuka lapaknya pukul 5 sore sampai kira-kira pukul 5 pagi.
Kawasan ia berjualan memang sangat sepi kalau malam hingga pagi. Plus kondisi penerangan yang kurang baik. Sebenarnya ada lampu PJU berdiri di sana, namun rasanya kurang terang. Tidak hanya saya, tetangga-tetangga yang lain pun mengeluhkan hal yang sama.
Begitulah kondisi lingkungan tempat kami tinggal di perumahan Bumi Indah, Kecamatan Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang. Karena berjualan sampai pagi itulah kemudian penjual angkringan langganan tersebut sudah hafal kondisi keamanan lingkungan di sekitar perumahan tempat kami tinggal.
Perkara begal memang sudah menjadi topik pembicaraan hangat di kalangan warga sekitar. Tidak hanya perbincangan informal tetapi sering juga dibahas secara formal di tingkat pertemuan warga, baik rapat RT maupun rapat RW. Warga diimbau berhati-hati dan waspada terhadap pencurian motor dengan kekerasan atau yang biasa disebut begal.Â
Perkara keamanan lingkungan bagaimanapun membuat warga resah. Sebabnya kawasan di sekitar perumahan banyak ditinggali para pekerja pabrik yang bekerja secara shift. Paling was-was adalah pekerja yang pulang di shift 2 antara jam 12 hingga ke jam 1 malam.
Daripada pulang jam segitu, para istri lebih menyarankan suaminya untuk tidur di kantor lalu pulang ketika sudah pagi dan situasi dirasa sudah aman.
Saya mencoba mengumpulkan beberapa poin penting terkait pembicaraan curanmor di kalangan warga.
1. Begal kerap terjadi antara pukul 2 pagi hingga pukul 5.30. Pada jam-jam ini kemungkinan karena ronda dan patroli lingkungan sudah tidak ada.
2. Yang menjadi korban begal adalah warga sekitar perumahan.
3. Umumnya korban hendak pergi ke pasar atau pulang kerja.
4. Begal terjadi di kawasan jalan utama Bumi Indah khususnya yang mengarah ke belakang dan jalan flamboyan merah.
5. Pada jam dimana pembegalan terjadi, kondisi sangat sepi.
6. Begal terjadi hanya dalam hitungan menit.
7. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa pembegalan.
Mungkinkah karena pandemi?
Pertanyaan ini sebenarnya sulit dibuktikan jawabannya karena pelaku begal tidak pernah tertangkap. Namun di kala pandemi inilah dirasa frekuensi curanmor meningkat.
Dulu sebelum pandemi memang di kawasan ini juga beberapa kali terjadi begal. Tetapi frekuensinya tidak setinggi ini. Merujuk pada cerita penjual angkringan langganan saya tadi, 6 kali kejadian dalam kurun waktu 2 bulan itu sangat-sangat mengkhawatirkan.Â
Bisa jadi kawasan ini sudah jadi bidikan para pelaku begal lantaran dirasa "aman". Dalam arti, pelaku tidak mengalami gangguan berarti saat melancarkan aksinya. Penjual angkringan itu sendiri sebenarnya juga korban pandemi. Ia dirumahkan oleh pabrik tempatnya bekerja. Ia baru berjualan kira-kira 6-7 bulan terakhir.Â
Merasa tak ada pilihan, ia pun kemudian turun ke jalan untuk berjualan. Syukurnya, dagangannya termasuk laris dibeli oleh warga sekitar. Nah, saya khawatir hal yang sama dirasakan oleh para korban PHK yang merasa tak ada pilihan kemudian melakukan tindak kejahatan.
Jadi apakah meningkatnya tindak kejahatan terjadi akibat PHK masif? Layak diduga demikian.Â
Apa yang bisa dilakukan?
Begal adalah kondisi yang amat berbahaya. Kekerasan bisa saja terjadi dalam hitungan menit. Di kalangan warga sekitar, kami melakukan beberapa langkah antisipatif seperti berikut:
1. Bila harus bepergian menggunakan motor, hindari jam-jam dimana rawan tindak pencurian.
2. Lebih baik mencari jalan alternatif lain. Tak apa jika harus memutar lebih jauh namun lebih aman.
3. Bila harus keluar, lebih baik bersamaan dengan momen jam pulang kerja karyawan atau pada saat sholat subuh.
4. Jangan pergi seorang diri. Lebih baik bergerombol atau minimal berdua.
Kami tentu berharap pada aparat penegak hukum untuk menindak para pelaku dan memberikan efek jera sehingga bisa memberikan rasa aman bagi warga. Rasa aman adalah hal yang paling utama. Sebab tidak ada toleransi untuk tindak kejahatan. Apalagi risikonya nyawa.
Sekali lagi kami sangat berharap kepada aparat kepolisian untuk bisa mengatasi gangguan keamanan ini. Kami percaya aparat masih kompeten dalam menangani gangguan keamanan berupa begal.
Begal yang meningkat selama pandemi mungkin saja tidak hanya terjadi di lingkungan kami. Di tempat lain bisa saja sama. Untuk itu kami berharap semoga ada jalan keluar untuk masalah ini.
Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H