Menjadi ayah adalah impian setiap pria yang sudah menikah. Memiliki anak, merawat, dan membesarkan merupakan hal yang melelahkan tapi sangat membahagiakan. Saya teringat cerita seorang teman yang pada waktu itu anaknya belum lama lahir. Ari namanya.Â
Saat itu saya masih jomblo, belum menikah. Masih terbang bebas kemanapun saya ingin pergi melanglang buana. Ari mengatakan pada saya, "punya anak itu menyenangkan bro! Kamu bakalan kangen terus. Kalau pas kerja pengennya segera pulang ketemu anak. Kalau sudah ketemu anak, capeknya hilang".
Lain lagi dengan Adji, kami sempat berbagi cerita ketika anaknya masih berusia beberapa minggu. Saat itu saya sudah tidak jomblo. Istri saya sudah mengandung buah hati kami. Calon jabang bayi anak pertama kami.
Adji berkata pada saya, "Wah seru banget punya anak itu. Melihat (maaf) tai tidak jijik malah diliatin itu ya tainya anakmu ketika kamu bersihin BAB nya". Waktu itu saya masih belum mengerti ucapan kedua teman dekat saya tersebut. Bagaimana bisa mengerti lha wong saya saja belum pernah jadi ayah.
Ketika Anak kami lahir
Akhirnya anak pertama kami lahir pada 3 Juni 2018. Bayi mungil itu adalah seorang putri. Saya menangis tersedu karena bahagia sesaat ia lahir ke dunia. Tak henti-hentinya saya mengucap syukur pada Tuhan untuk anugerahNya yang teramat besar bagi kami.Â
Tak dapat terlukiskan dengan kata-kata bagaimana perasaan senang, haru, dan bangga tercampur aduk menjadi satu. Saya sungguh ingat betul momen pada tengah malam itu. Pukul 00.45 bayi kami lahir. Kami menamainya Ellora Odilia Afel.Â
Ellora berarti cahaya atau terang. Odilia terinspirasi dari nama seorang Santa (orang suci dalam agama Katholik) yang membaktikan diri dalam melayani kaum miskin dengan penuh kasih dan kelemah lembutan.Â
Sedangkan Afel adalah gabungan nama ayah dan ibunya. Nama adalah sebuah doa. Maka inilah doa kami kepada Puteri kami selama hidupnya: menjadi terang yang mengasihi sesama, yang hidupnya berkenan kepada Tuhan dan menjadi berkat bagi sesama manusia.Â
Saat ini berarti usianya sudah 2 tahun 5 bulan. Gadis kecil itu tumbuh semakin gemas dan cantik. Pertumbuhannya adalah anugerah bagi kami orang tuanya.Â
Lelah dan letih setelah seharian bekerja sekonyong-konyong hilang begitu saja ketika kami pulang dan memeluknya. Itu adalah pelukan hangat dan penuh cinta.Â
Saat ia menyambut saya dengan memanggil,"ayaaah...!" Rasanya saya adalah ayah yang paling bahagia diseantero dunia. Tidak hanya nusantara. Padahal sampai dirumah itu sebenarnya saya tidak bisa istirahat karena harus menemaninya bermain.
Tetapi entah mengapa tidak terasa capek. Atau mungkin capek itu tidak dirasakan. Benarlah ungkapan yang mengatakan bahwa hati yang gembira adalah obat.Â
Sesungguhnya Ellora mengajarkan kami banyak hal bagaimana untuk menjadi orang yang lebih bijaksana. Mendidik anak membuat kami mengerti arti sebuah keteladanan hidup. Berkata-kata itu mudah. Mempraktikkannya yang sulit.
Ayah adalah cinta pertama bagi puterinya
A father is a daughter's first love. Seorang ayah adalah cinta pertama puterinya. Ungkapan ini dulu sering saya dengar ketika saya belum menikah. Setelah menikah dan punya anak, saya semakin memahami arti dari ungkapan ini. Penting rasanya bagi setiap ayah untuk menciptakan kedekatan emosional dengan puterinya.
Maka saran saya bagi para ayah muda seperti saya adalah...
1. Tak perlu ragu untuk turun langsung dalam merawat anak.
Kadangkala ayah merasa memandikan, memakaikan baju, membersihkan BAB, menyisir dan mengepang rambut anak merupakan pekerjaan ibu. Padahal sebenarnya sama saja. Kita sebagai ayah penting juga mengerjakan tugas ini untuk menciptakan kedekatan emosional dengan anak.
2. Sempatkanlah bermain dengan anak ditengah padatnya aktifitas.
Bekerja merupakan kewajiban setiap orang tua. Tak dipungkiri pasti ada rasa lelah setelah seharian bekerja. Namun perlu untuk selalu menyempatkan waktu untuk bermain dengan anak. Ini adalah cara untuk seorang ayah menjadi teman dan sahabat bagi anaknya. Supaya kelak anak bisa menceritakan apapun kepada ayahnya dengan nyaman.
3. Jangan lewatkan usia emas anak.
Tidak selamanya anak mau dicium. Apalagi anak perempuan. Tidak selamanya pula anak selalu ingin bersama dengan orang tua. Semakin tumbuh besar ada waktunya ia malu dicium, malu kemana-mana diantar orang tua. Atau adakalanya ia ingin menghabiskan waktu bersama teman-temannya.Â
Maka jangan lewatkan usia emas anak ketika ia masih nyaman dipeluk dan dicium oleh ayah. Ketika ia masih nyaman selalu bermain-main dengan orang tua.Â
Jangan sampai ia kehilangan figur seorang ayah sedangkan ayahnya berada dekat dengannya. Kehadiran ayah begitu penting bagi seorang anak. Sama pentingnya dengan figur ibu. Ia butuh sosok pelindung. Butuh sosok yang nyaman ketika berada dekat. Butuh sosok yang dapat diteladani.
4. Ajarkan spiritualitas dan norma sejak dini.
Mari ajarkan sejak dini kepada anak tentang spiritualitas. Apapun agamanya. Indonesia adalah negara yang berkeTuhanan yang Maha Esa. Spiritualitas mengajarkan cinta kepada Tuhan dan sesama.Â
Mengajarkan pentingnya hidup damai seorang akan yang lain. Juga penting untuk mengajarkan norma melalui perilaku yang paling sederhana. Contohnya berterimakasih, meminta maaf, mengucapkan kata "tolong", memberi, dan sebagainya.
Wasana Kata
Dua tahun lebih usia puteri kami. Dua tahun lebih itu pula saya merasakan kebahagiaan menjadi ayah dari seorang puteri. Banyak hal sudah kami lewati bersama. Saya terus belajar menjadi ayah yang baik.Â
Belajar untuk menjadi ayah yang dapat diteladani dan dibanggakan. Saya adalah seorang ayah yang selalu rindu melihat senyuman dari puteri tercintanya. Semoga sedikit sharing ini bermanfaat.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H