Ini adalah cerita nyata yang saya saksikan sendiri. Kebetulan topik pilihannya kali ini klop sekali dengan kisah ini. Kisahnya begini. Akhir 2010 saya bergabung di sebuah perusahaan. Perusahaan ini adalah tempat pertama kalinya saya bekerja sekaligus merantau.Â
Ditempatkan pada bagian Engineering dan bekerja bersama salah satu senior, seorang bapak yang usianya kira-kira saat itu 35 tahun. Saya sebut saja disini namanya John.Â
Ia memiliki hubungan yang sangat dekat dengan salah seorang karyawan wanita dari bagian lain. Saya sebut saja disini namanya Tumini.Â
Mengapa saya bisa tahu mereka dekat karena mereka selalu berangkat dan pulang kerja bareng. Makan siang pun juga bareng. Jadi orang satu perusahaan tahu mereka dekat. Tetapi ada hal yang membuat saya merasa aneh.Â
Tumini ini statusnya masih lajang alias belum menikah. Nah, si John adalah pria yang sudah menikah dan mempunyai dua orang anak. Saya tahu John punya anak karena ia pernah bercerita tentang anaknya.Â
Baca juga : Kenali Budaya "Curhat" yang Berujung Perselingkuhan
Lama kelamaan saya baru menyadari bahwa John dan Tumini memiliki hubungan yang spesial. Lebih dari sekedar teman kerja. Tumini ini saat itu masih ngekos dan berada satu kosan dengan salah seorang teman. Beda kamar tentu.Â
Dari situ, diketahui bahwa John selalu menjemput Tumini setiap pagi. Dan mengantar Tumini pulang setiap sorenya. Namun John tidak langsung pulang. Ia baru pulang setelah lewat dari jam 9 malam.Â
Begitupun ketika hari Sabtu yang seharusnya libur kerja, ia kerap kali menyambangi kos Tumini. Wah ini sih jelas something wrong happened. Ada yang tidak beres disini pikir saya dalam hati. Maklum saya baru pertama kerja. Masih polos. Apalagi baru pertama kali pula datang ke ibukota. Saya kan wong ndeso.Â
Kesimpulannya adalah bahwa John memang sudah tergoda oleh Tumini. Dan Tumini adalah wanita single yang tahu bahwa John adalah seorang pria yang sudah menikah dan memiliki anak.Â
Saya tak bisa membayangkan bagaimana perasaan istri dan anak-anak John. Tidak mungkin istrinya tidak tahu. Minimal curiga itu pasti. Bagaimana tidak, hampir setiap hari ditinggal dari pagi sampai malam.Â
Merasa kasihan juga, bagaimana anak-anak yang masih kecil yang seharusnya intens bermain dengan bapaknya malah minim mendapatkan waktu dan perhatian karena praktis John berangkat sebelum anaknya bangun dan pulang setelah anaknya tidur.Â
Bagaimana pula pandangan anak-anak ini terhadap perselingkuhan ketika mereka tumbuh dewasa nanti. Ah, mungkin John tak mau terlalu ambil pusing. Begitulah ketika orang sedang dimabuk asmara.
Baca juga : Posisi Perempuan Dalam Kasus Perselingkuhan
2,5 tahun kemudian teka-teki itu mulai terkuak. Ceritanya pada awal 2013 kawan satu divisi mengadakan acara gathering ke Puncak dan menginap satu malam dengan mengajak keluarga masing-masing bagi yang sudah berkeluarga.Â
Pemandangan aneh bin canggung tersaji disana. John mengajak istri, dua orang anak, dan Tumini untuk ikut.Â
Saat itu John dan Tumini belum resmi menikah. Setelahnya, dari cerita seorang sumber yang dekat dengan mereka diketahui bahwa istri John tidak mau dicerai.Â
Ia memilih untuk menerima bila John, laki-laki yang sudah memberikannya dua buah hati mau memadunya dan mempersunting Tumini sebagai istri kedua. Ia rela berbagi hati.Â
Suasana gathering saat itu sungguh begitu canggung. Bukan hanya antara istri John dan Tumini, tetapi juga kami semua para rekan kerja mereka. Saya sempat terenyuh juga dengan perjuangan istri John.Â
Perjuangan seorang ibu bagi anak-anaknya supaya tidak kehilangan kasih sayang bapaknya. Ia terlihat begitu tulus ikhlas melayani Tumini yang saat itu memang sedang tidak sehat. Termasuk menyiapkan air hangat untuk Tumini.Â
Itu adegan yang begitu membekas di memori saya. Istri John masih bisa tersenyum. Ia masih sanggup bersendau gurau dengan kami rekan-rekan John dan Tumini. Tidak tampak sama sekali kegalauan dari raut mukanya. Sedangkan hatinya mungkin saja sudah hancur berkeping-keping.
Awal 2014 saya keluar dari perusahaan tersebut. Hingga setahun kemudian saya kembali bertemu dengan Tumini. Saya kembali satu kantor dengannya. Beberapa bulan kemudian ia hamil. Saya baru tahu bahwa ia dan John sudah menikah. Ia sudah tidak lagi ngekos. Ia sudah diberikan rumah tinggal oleh John.Â
Tidak jauh dari rumah yang John tempati bersama istri pertamanya. Dalam kondisi hamil besar pun, Tumini masih harus ke kantor dengan mengendarai motor sendiri. Saya tak pernah melihat John mengantarnya ke kantor. Mungkin itulah konsekuensinya memiliki dua orang istri, tidak bisa fokus hanya pada satu orang.Â
Apalagi ternyata istri pertama John baru saja melahirkan putra mereka yang ketiga. Akhirnya pada usia yang kesembilan bulan, Tumini mengalami keguguran. Dan ia pun memutuskan keluar dari tempat kerja. Sampai sekarang saya belum pernah bertemu dengan keluarga mereka lagi.
Baca juga : Rentannya Perselingkuhan dengan Rekan Kerja, Berikut Tips Menghindarinya
Itu tadi hanya sekelumit kisah bagaimana perselingkuhan nyata terjadi dikantor. Witing tresno jalaran saka kulina. Pepatah Jawa yang berarti awal mula rasa cinta karena terbiasa. Maka penting bagi orang yang sudah menikah untuk belajar tentang arti dari sebuah kesetiaan. Kesetiaan diuji salah satunya ditempat kerja.Â
Bisa saja karena suami istri yang sering punya masalah, ketika bekerja bertemu dengan lawan jenis yang tampak menyenangkan. Berawal dari rasa kagum lalu naik ke level nyaman. Kemudian jadi rekan curhat. Akhirnya jadi selingkuhan.Â
Jangan ya...!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H