Hari ini saya ditugaskan oleh pimpinan untuk berkunjung ke salah satu customer kami di kawasan Cibitung, Bekasi, Jawa Barat. Saya dan rekan berangkat menggunakan mobil dari Tangerang, Banten.Â
Kami berangkat pukul 08.00 pagi. Seperti biasa kami melewati tol Tangerang-Merak tembus ke tol dalam kota Jakarta dan menyambung ke tol Jakarta-Cikampek. Sebelum masuk Jakarta mulai dari Karang Tengah hingga ke Tomang, Jakarta Barat kondisi kendaraan begitu padat.Â
Kondisi ini berlanjut ketika memasuki kawasaan Bekasi. Dalam penglihatan saya, Kota Jakarta tak ada bedanya dengan pada saat kondisi normal sebelum pandemi. Kemudian sebelum sampai Cibitung, saya memutuskan untuk berhenti sejenak untuk makan di salah satu tempat makan.Â
Saat kami sedang makan, tak lama ada empat bapak-bapak keluar dari sebuah mobil mewah Mercedes-Benz C-Class yang terlihat sangat kinclong. Saya kaget, empat-empatnya tak ada yang memakai masker begitu keluar dari mobil. Santai sekali. Berjalan sambil bercanda satu sama lain tanpa rasa berdosa.
Dibandingkan saya yang bodoh ini, saya yakin mereka lebih pintar dari saya. Tapi mengapa seolah tak peduli dengan kondisi pandemi seperti ini. Apa mungkin mereka termasuk golongan orang yang menganggap corona hanyalah sebuah konspirasi? Saya tak tahu jawabannya.Â
Saya mulai tak tahan untuk mengomel bersama dengan rekan saya. Bukan kah masa pandemi masih belum hilang? Katanya PSBB Transisi diperpanjang. Walaupun transisi, masih ada embel-embel PSBB lho. Kita sudah capek-capek tertib, orang lain abai.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Gubernur Anies Baswedan kemarin sudah memutuskan memperpanjang masa PSBB transisi di DKI Jakarta terhitung dari tanggal 17 Juli sampai 30 Juli 2020.Â
Aturannya jelas, wajib memakai masker dan jaga jarak (physical distancing). Bahkan katanya bagi yang kedapatan tidak memakai masker di ruang publik akan dikenakan sanksi baik sanksi sosial maupun denda. Tapi rasa-rasanya tidak ada perbedaan antara ada atau tidak ada aturan. Tidak sedikit orang yang tetap mengabaikan protokol kesehatan yang harus dijalani. Kemarin - kemarin contoh lagi, saya ke pasar tradisional.Â
Banyak tuh pedagang maupun beli yang tidak memakai masker. Juga tidak diatur jarak. Lapaknya ber-empet-empetan satu sama lain. Maka saya tidak heran bila kemudian muncul berita sebanyak 192 pedagang pasar tradisional di Jakarta positif covid-19.Â
Lha wong saya menyaksikan sendiri kok bagaimana ruwetnya suasana pasar. Habis itu saya tidak berani lagi berkunjung ke pasar tradisional. Ngeri tertular. Apalagi sampai menulari rekan di kantor. Berbahaya, Bisa-bisa perusahaan saya akan ditutup sementara seperti kasus PT Sampoerna.Â