Mohon tunggu...
Alfian DaffaSaputra
Alfian DaffaSaputra Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa UNUSA

gitudeh.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keragaman Bahasa

8 November 2020   11:17 Diperbarui: 8 November 2020   11:29 1682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ragam bahasa sepertinya sering didengar oleh kita bahkan sepertinya kita juga sudah terbiasa dengan keberagaman bahasa yang ada di Indonesia. Keragaman ini adalah bentuk dari kekayaan Indonesia yang memiliki banyak latar belakang penduduknya entah suku, ras atau agama. 

Keragaman bahasa seperti bahasa daerah ini ada sejak dulu bahkan sebelum bahasa Indonesia itu diciptakan. Keragaman bahasa atau variasi bahasa terbentuk dengan sendirinya karena beberapa faktor. 

Ada dari faktor budaya, faktor sejarah, maupun dari faktor demografi. Keragaman ini bisa dilihat dari kosa katanya yang berbda, cara membaca, intonasi pelafalan, ataupun nada bicara yang terkesan keras hingga lembut.

Jika dilihat dari berbagai daerah, seperti contoh jawa dan papua, tentu memiliki bahasa yang berbeda. Ini salah satu contoh keragaman bahasa yang difaktori budaya orang-orang yang besar dengan budayanya masing-masing.

Kedua ada dari faktor sejarah, tidak beda jauh dari budaya yang dicetuskan dari nenek moyang juga. Sejarah ini lebih ke arah adat istiadat atau kebiasaan, dan bahasa nenek moyang kita sendiri yang masih dipakai sebagai bahasa untuk berkomunikasi di daerah tertentu. Hal ini juga tidak luput dari evolusi bahasa atau perubahan bahasa yang digunakan dengan bertambahnya kosa kata yang ditemukan.

Selain itu, ada faktor lain seperti faktor demografi. Setiap daerah memiliki dataran yang berbeda, seperti wilayah di daerah pantai, pegunungan yang biasanya cenderung mengunakan bahasa yang singkat jelas dan dengan intonasi volume suara yang besar dan tingi. Berbeda dengan daerah pemukiman padat penduduk yang menggunakan bahasa lisan yang panjang lebar disebabkan lokasinya yang saling berdekatan dengan intonasi volume suara yang kecil.

Ada satu faktor lagi yang sedang berjalan saat ini yaitu perkembangan zaman. Mengapa tidak? Selain penambahan kosa kata kita juga mengalami perubahan bahasa. Tidak luput juga dari perubahan bahasa gaul seperti contoh lebay, sotoy, dan lain sebagainya. 

Kata gaul ini tentu bukan merupakan penggunaan EYD yang terpelajar atau benar. Munculnya kata-kata ini dimulai dengan remaja-remaja yang melesetkan kata-kata dengan penambahan huruf atau perubahan intonasi dengan maksud agar terdengar lebih gaul atau hanya sebuah pelesetan kata-kata dengan maksud melucu.

Keragaman bahasa ini juga mempengaruhin penggunaan EYD yang baik dan benar. Banyak orang yang mulai menyepelekan hal tersebut karena agar lebih mudah untuk melafalkan kosa katanya. Bisa jadi memang pengaruh dari daerah atau hanya sekedar kemalasan individu untuk melafalkan kosa kata yang sesuai EYD.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun