A. Pengertian Filantropi Islam
Istilah filantropi berasal dari bahasa philanthropia atau dalam bahasa Yunani philo dan anthropos yang berarti cinta manusia. Filantropi adalah bentuk kepedulian seseorang atau sekelompok orang terhadap orang lain berdasarkan kecintaan pada sesama manusia. Filantropi dapat pula berarti cinta kasih (kedermawanan) kepada sesama. Secara lebih luas filantropi akar katanya berasal dari "loving people" sehingga banyak dipraktikkan oleh entitas budaya dan komunitas keberaagamaan di belahan dunia, sehingga aktivitas filantropi sudah lama berjalan, bahkan sebelum sebelum islam, dikarenakan wacana tentang keadilan sosial sudah berkembang.
Secara terminologi, filantropi tidak dikenal di awal Islam, sekalipun belakangan para akademisi memberikan terminologi padanannya seperti, al-ata' al Ijtima'i (pemberian sosial), al takaful al insani (solidaritas kemanusiaan), ata' khayri(pemberian untuk kebaikan), al-birr (perbuatan baik) dan shadaqah (sedekah). Maka, dalam konteks ini, keberadaan filantropi Islam bentuk pengertian dan pemahamannya akan mengacu pada dua istilah yang terakhir di atas yang juga dikenal masa awal Islam, sekaligus pengadobsian istilah pada zaman modern, sehingga pada prinsipnya filantropi Islam adalah setiap kebaikan merupakan perbuatan shadaqah. Artinya, filantropi Islam dama makna yang lebih luas yakni untuk memahami kebaikan yang kadangkala tanpa perlu mengenal budaya, rasa, social, atau bahkan agama disaat seseorang ingin melakukan kebaikan di manapun dan kapanpun ia berada.
Secara kelembagaan filantropi Islam berada dalam keuangan publik Islam yang termanifestasi dalam bentuk lembaga ZIS dan wakaf. Sebab dalam ajaran Islam, ZIS dapat mengandung pengertian yang sama dan sering digunakan secara bergantian atau dipertukarkan dengan maksud yang sama yakni berderma (filantropi). Hal tersebut didasarkan pada Al Qur'an surat At-Taubah ayat 608, meski tidak mengintrodusir istilah zakat yang sudah ditentukan penyalurannya dengan standar zakat yakni adanya delapan asnaf, melainkan pada sedekah sebagai padanannya. Ayat tersebut di atas dianggap sebagai ayat rujukan tentang pentingnya berderma.
B. Aspek-aspek filantropi Islam adalah zakat, infak, shadaqah dan wakaf. Zakat secara bahasa berarti suci, tumbuh, berkah dan terpuji. Sedangkan secara istilah suatu ibadah wajib yang dilaksanakan dengan memberikan sejumlah kadar tertentu dari harta sendiri kepada orang yang berhak menerima sesuai dengan ketentuan syariat Islam, sehingga zakat hanya bisa direalisasikan dengan menyerahkan harta yang berwujud, bukan didasarkan pada nilai manfaat, seperti memberikan hak menempati rumah bagi orang miskin sebagai zakat.
Banyak yang sepakat bahwa zakat bukanlah bentuk "kedermawanan", melainkan sebuah "kewajiban" yang harus ditunaikan apabila sudah sampai kadar (nishab) tertentu, meski para akademisi di Indonesia memasukkan kewajiban tersebut pada filantropi Islam dikarenakan masih ditunaikan dengan bentuk kerelaan dan kesadaran individu tanpa sangsi sosial bagi tidak menunaikannya. Oleh sebab itu, membayar zakat adalah wajib etis dan dapat disebut filantropi yang dasarkan juga pada moralitas. Aspek lain filantropi Islam adalah Infak yang berarti perbuatan atau sesuatu yang diberikan kepada orang lain untuk menutupi kebutuhan orang lain tersebut, baik makanan, minuman, dan lainnya yang didasarkan ikhlas pada Allah. Selain itu, infak juga berkaitan dengan sesuatu yang dilakukan secara wajib dan sunnah. Sedangkan shadaqah berarti pemberian seseorang secara ikhlas kepada yang berhak menerimanya yang akan diiringi pahala dari Allah, sehingga shadaqah mempunyai arti yang lebih luas, baik materiil maupun non-materiel.
Aspek lain dalam filantropi Islam adalah wakaf (waqf)
masdar dari kata kerja waqafa-yaqifu yang berarti "melindungi atau menahan", sinonim wakaf meliputi tahbis, tasbil atau tahrim, meskipun ketiga istilah yang terakhir ini kalah populer dibandingkan yang pertama. Dalam era kontemporer wakaf berkembang secara lebih elegan, wakaf tidak hanya berwujud tanah, masjid, sekolah, dan benda lainnya ditahan pokok barangnya yang berpola klasik. Wakaf berkembang menjadi "wakaf produktif" ataupun "wakaf tunai" yang berdampak besar dalam perubahan sosial dan kesejahteraan, meski secara regulatif pengelolaanya di Indonesia harus berada dalam bagian Undang-Undang Pokok Agraria sebelum adanya Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf
Sementara berkaitan dengan pengelolaan objek wakaf, bila dilihat dari sudut pandang penggunaan harta yang diwakafkan, maka wakaf terbagi atas dua bentuk yakni: pertama, mubasyir/dzati yakni harta wakaf yang menghasilkan pelayanan masyarakat dan digunakan secara langsung, misalnya, rumah sakit, madrasah dan lainnya. Kedua, istitsmary yakni jenis harta wakaf yang ditunjukkan untuk penanaman modal dalam produksi barang-barang dan pelayanan yang diperbolehkan syara' dalam bentuk apapun, kemudian hasilnya dapat diwakafkan sesuai dengan keinginan wakif.
C. Regulasi dan lembaga filantropi Islam
gagasan filantropi Islam di kalangan para akademisi menjadi kajian metodologi dengan cara mengaitkan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat dengan aspek yang melatar belakangi perubahan sosial tersebut. Sehingga dalam perkembangannya gagasan filantropi Islam menjadi kajian yang luas dengan memberikan banyak pendekatan, termasuk ilmu sosial. Dalam hal ini Mukti Ali merupakan orang yang membuka pintu masuknya ilmu-ilmu sosial humanis kedalam lingkungan akademisi Islam. Kajian tentang keislaman kemudian menjadi lebih luas dengan latar belakang ilmu, tidak terkecuali penggunaan pendekatan ilmu sosial yang selama ini jarang digunakan dalam wacana pendekatan kajian keislaman.