Mohon tunggu...
Alfian Syarif Hidayatullah
Alfian Syarif Hidayatullah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Dibuat hanya untuk memenuhi tugas kuliah jurnalistik

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, NIM: 20107030077, hobi: menjelajah ilmu pengetahuan Tuhan yang tak terbatas.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dilanda Pandemi, Wingko Babat Tetap Produksi

28 Juni 2021   19:07 Diperbarui: 28 Juni 2021   19:23 835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Halaman depan toko (dokpri)

Persebaran virus Covid-19 telah mempengaruhi berbagai sektor kehidupan masyarakat. Di bidang ekonomi, dampak pandemi ini paling terasa pada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Setelah ditetapkan sebagai pandemi gobal dan dilakukan kebijakan lockdown di berbagai daerah, banyak usaha masyarakat yang mengalami kesulitan mendapatkan pelanggan, otomatis hal ini berdampak pada pemasukan omzet yang menurun. Efek domino dari persebaran virus ini begitu terasa hingga saat ini.

Setelah setahun berlalu, saya ingin mencari informasi mengenai salah satu usaha terdampak Covid-19. Saya mendatangi sebuah usaha yang menjual makanan tradisional wingko babat. Usaha yang bernama Wingko Kelapa Gading ini beralamat di Perumahan Puri Indah Godean, Sidoagung, Godean, Sleman, Yogyakarta. 

Saya kemudian mewawancarai Ibu Amat selaku pendiri usaha ini. 

Usaha ini telah didirikan sejak tahun 2006 dengan menjual makanan tradisional wingko. Usaha ini juga merupakan industri rumahan yang memproduksi dan menjual wingko setiap harinya. Wingko adalah makanan tradisional khas Lamongan berbentuk kue yang terbuat dari kelapa muda, tepung beras ketan dan gula. 

Wingko yang disajikan disini berbentuk bundar dan dikemas dalam bungkus kertas, kemudian dipacking dalam kardus makanan. Pembeli dapat memesan paket dengan ukuran kardus kecil, sedang, dan besar. Jumlah isi setiap kardus pun berfariasi, mulai dari isi 10, isi 12, isi 25, isi 50, hingga paling banyak kardus besar dengan isi 100 buah. Sebelum pandemi usaha ini dapat memproduksi sekitar 5.000 buah wingko per hari.

Ibu Amat juga menyampaikan bahwa wingko beliau adalah yang paling murah di Jogja. Beliau melakukan banyak survey untuk membandingkan rasa dan harga dari berbagai macam wingko yang ada di Jogja. 

Bu Amat ingin menyajikan wingko yang enak dan memiliki ukuran yang besar namun murah. Faktor lain yang membuat wingko ini murah adalah beliau menggunakan rumah pribadi beliau sebagai rumah produksi dan pemasaran, sehingga terbebas dari biaya sewa atau kontrak. Bahan yang didatangkan juga langsung dari pabrik seperti ketan yang sekali datang bisa mencapai 2-3 ton, kelapa juga didatangkan langsung dari pemanjat yang lebih murah bukan dari pasar.

Salah satu karyawan Ibu Amat (dokpri)
Salah satu karyawan Ibu Amat (dokpri)

Ketika berdiri, usaha ini bernama Wingko Babat Asli namun nama tersebut diubah karena usul dari Dinas Kesehatan Sleman mengenai perbedaan makna pada kata babat. Kata babat di daerah Sleman lebih dikenal sebagai jeroan sapi. 

Padahal kata babat yang dimaksud adalah nama kecamatan di Kabupaten Lamongan yang menjadi lokasi dimana wingko ini lahir. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun