Aku anak yang baik. Aku selalu mendengarkan orang tuaku, tidak berani melakukan sesuatu yang berkaitan dengan hal buruk, berusaha mendapatkan pujian dari semua orang, dan selalu mengerjakan PR ku. Aku anak yang baik, dan anak yang baik akan mendapatkan kebahagiaannya.
"Bu! Aku juara pertama lomba menggambar!"
"Anak baik. Kamu akan menjadi luar biasa saat dewasa nanti."
Aku tidak pernah berpikir untuk diselamatkan oleh pangeran yang menawan atau mungkin seorang kesatria pemberani! Aku ingin menjadi anak yang kuat yang bisa berdiri di samping pangeran gagahnya. Jadi aku belajar.
"Ayah! Bisakah aku di ajari guru privat? Aku ingin belajar untuk masa depanku!"
"Apa saja untuk anak kesayangan ku."
Berhasil. Pertama kali aku mendapat juara pertama adalah dalam lomba matematika di kelas empat, aku menyuruh sopir untuk segera pulang, "Aku harus memberi tahu Ibu dan Ayah!". Aku melompat keluar dari mobil, berteriak untuk ibu dan ayah ku. Sudah 5 hari sejak aku melihat mereka, kontesnya di kota lain.
"Apa kau yakin tidak ingin kita untuk pergi bersamamu? Kita bisa membatalkan business trip nya, Mila. Kau tahu kaulah yang paling penting bagi kami."
"Tidak! Aku bisa pergi ke sana sendiri! Selain itu, anak yang baik tidak akan merepotkan orang lain ..."
Aku ingat bagaimana aku keras kepala untuk pergi ke sana sendirian. Aku ingin membuktikan bahwa aku adalah anak yang kuat dan cerdas. Dan aku tahu bahwa pekerjaan itu penting bagi orang dewasa, jadi aku harus pengertian. Itulah yang dilakukan anak-anak baik.
Tapi betapa salahnya aku. Anak yang baik tidak selalu mendapatkan akhir yang bahagia. Siapa bilang ya?! Jika anak yang baik selalu mendapatkan akhir yang bahagia, MENGAPA SEMUANYA JADI SEPERTI INI?!