Mohon tunggu...
Alief Fikri
Alief Fikri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Endless Serendipity

Panjang Umur Perjuangan Sehat Selalu Kontemplasi

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Delusi Rasionalis

3 Februari 2025   03:31 Diperbarui: 3 Februari 2025   03:39 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Johor Bahru - Malaysia

Ada masa dimana sore tidak lagi dimaknai sebagai jeda dari realitas untuk mempertahankan hidup tapi ia dimaknai sebagai perpindahan waktu yang disebabkan oleh perputaran matahari yang tenggelam di ufuk barat. Ini bukan soal sore.

Ini tentang pembacaan fenomena dengan mengandalkan informasi, data, kemudian menghasilkan ekstrapolasi, terkadang menjadi senjata untuk menghakimi cara bertahan hidup manusia lain. Seperti kita menikmati sore tanpa membaca pola pergerakan matahari dan titik equinox. Tidak. Ia hanya sore. Jeda. Waktu untuk rehat.

Hanya saja, dengan pergerakan informasi yang interkoneksi, muncul fenomena yang sering terjadi pada kalangan banyak individu dan kelompok: kecenderungan untuk menganggap diri mereka sebagai palu gada pemegang kebenaran mutlak,  di mana pandangan hidup mereka hanya didasarkan pada logika lalu melupakan adanya faktor sosial atau emosional yang membentuk pandangan orang lain. Fenomena ini tidak hanya terbatas pada arena intelektual, tetapi juga inheren ke dalam banyak aspek kehidupan sehari-hari, termasuk keputusan politik, ekonomi, dan sosial.

Salah satu contoh fenomena sosial yang bisa ditemukan adalah kecenderungan untuk meremehkan atau mengkritik mereka yang memiliki pandangan lebih komunalis, yang mengutamakan nilai kebersamaan, solidaritas sosial, dan hubungan antar individu dalam masyarakat. Sering kali, mereka yang menganut pandangan rasionalis ini merasa bahwa pendekatan berakar pada meritokrasi dan logika individu adalah satu-satunya cara yang benar. 

Namun, tanpa menyadari konteks sosial yang lebih kompleks, hal ini luput untuk disadari bahwa banyak kelompok komunalis merasa bahwa keberlanjutan nilai-nilai sosial dan tradisi mereka jauh lebih penting daripada sekadar meraih keuntungan ekonomi atau status sosial semata. 

Kecenderungan ini memperburuk kesenjangan pemahaman, sebab informasi yang diambil hanya akan memperkuat keyakinan mereka, mengabaikan pandangan yang mungkin lebih kompleks dan berlandaskan pada nilai sosial yang lebih mendalam. Sementara itu, dengan pembacaan data yang lebih terpola, sistematis, saintifik, menjadi senjata kelompok yang menentukan keunggulan pemecahan masalah dengan hal logika dan rasionalitas, kemudian menganggap pendekatan komunitarian sebagai sesuatu yang irrasional atau terbelakang.

Di sisi lain, masyarakat yang lebih komunalis melihat dunia dari sudut pandang  yang semakin tajam, di mana pemikiran berbasis individu dan logika kerap menafikan pentingnya hubungan sosial dan tradisi yang mengikat mereka dalam komunitas. budaya kemudian menjadi imperial pada nilai-nilai tertentu, seperti meritokrasi atau individualisme, dianggap lebih superior dan dicekoki kepada kelompok lain yang memiliki fragmen berbeda.

Kesalahpahaman ini muncul karena adanya simplifikasi sosial atau kecenderungan untuk menyederhanakan masalah sosial yang sebenarnya sangat rumit. Logika yang dipertajam oleh teori-teori meritokrasi dan individualisme sering kali gagal melihat bahwa banyak komunitas yang lebih mengutamakan nilai kolaborasi sosial dan keberlanjutan budaya dalam mengambil keputusan. Orang-orang yang lebih komunalis tidak hanya memikirkan keuntungan materi atau rasional semata, tetapi juga mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap hubungan sosial, keberlanjutan tradisi, dan identitas komunitas mereka.             

Di sudut lain, mereka yang berfokus pada rasionalitas individu cenderung menilai hal-hal berdasarkan hasil langsung atau output ekonomis, yang sering kali dipresentasikan dalam bentuk angka atau data statistik yang mudah dipahami. Namun, ini hanya mencakup sebagian kecil dari realitas sosial yang lebih luas. Oleh karena itu, melihat segala sesuatu hanya dari satu sisi, yaitu dari perspektif individualisme yang kaku, mengabaikan pentingnya nilai sosial yang lebih komunitarian.

Apakah kemudian pembacaan data dengan pola-pola informasi yang teratur, pendekatan-pendekatan saintifik, pemecahan masalah dengan spirit rasional akan selalu digunakan di setiap keadaan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun