Mohon tunggu...
Alfi RahmadanilIslami
Alfi RahmadanilIslami Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Institut Agama Islam Syarifuddin

Hajimemasite :D

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penalaran Deduktif Ujian Tengah Semester (UTS) | KPI IAI Syarifuddin-Lumajang

2 November 2023   12:01 Diperbarui: 2 November 2023   12:04 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesehatan santriwan dan santriwati selalu menjadi perhatian utama bagi pengasuh pondok pesantren disetiap pondok pesantren. Bagaimanapun semua santri berpotensi mengalami sakit. Sakit yang biasa dialami para santri adalah flu, batuk dan gatal-gatal.

Sebagian anak yang berpotensi mengalami sakit pada akhirnya harus berobat kerumah sakit. Sayangnya, tidak semua anak mau dibawa berobat ke rumah sakit. Banyak anak yang menolak untuk dibawa ke rumah sakit, terutama santri yang sakit harus dirawat inap. Mereka lebih suka langsung pulang ke rumah daripada harus dibawa ke rumah sakit terlebih dahulu, karena obat dari santriwan atau santriwati sesungguhnya adalah pulang ke rumah.

Salah satu penyebab para santri menolak untuk dirawat di rumah sakit karena banyaknya pemandangan orang sakit, begitu juga dengan bau obat yang menyengat dan menampilkan staf rumah sakit dengan baju putihnya. Mereka mengira bahwa jika ke rumah sakit, mereka akan disuntik. Membayangkan sakitnya jarum suntik menjadi alasan yang paling banyak para santri takuti mengapa mereka tidak suka ke rumah sakit.

Selain itu ini juga terjadi pada anak-anak, sehingga untuk mengatasi hal ini seorang peneliti melakukan riset pada anak-anak santri yang dirawat di rumah sakit yang bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh terapi bermain terhadap tingkat kooperatif anak prasekolah selama menjalani perawatan di ruang pediatri. Tujuan terapi bermain untuk anak agar saat menjalani perawatan, mereka tetap mendapatkan pembelajaran atau kegiatan yang menyenangkan.

Penelitian dilakukan pada anak-anak usia 4-5 tahun. Prosedur penelitian dilakukan dengan cara memberikan terapi bermain pada sejumlah anak. Terdapat dua kelompok yang diterapi yaitu kelompok laki-laki dan kelompok perempuan denganjumlah masing-masing anak 50 anak, serta terdapat jenis permainan yang diberikan.

Dari penelitian yang telah dilakukan hasilnya menunjukkan bahwa rerata skor sebelum terapi lebih rendah daripada setelah terapi, baik pada anak laki-laki atau anak perempuan. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketika anak mendapatkan terapi bermain, mereka lebih bersikap kooperatif.

Sikap kooperatif misalnya ditunjukkan dalam bentuk kepatuhan dan kemampuan berkomunikasi dengan orang tua. Sikap kooperatif membuat anak merasa lebih nyaman saat menjalani perawatandirumah sakit. Dalam kondisi ini terapi diibaratkan sebagai obat yang berfungsi untuk menyembuhkan atau mengurangi sakit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun