Pemiliknya ingin punya rumah peristirahatan jika ia dan keluarga datang ke Bali. Nuansanya harus berbeda dengan tempat tinggalnya di Jakarta, jelas Teguh Laksono, arsitek yang dipercaya - mendesain rumah di atas lahan seluas 850 meter persegi ini. Rumah ini berada di belakang sebuah bangunan beach club dan restoran. Teguh juga terlibat dalam proyek bangunan komersial yang juga dimiliki oleh pemilik rumah.Â
Keduanya dibangun hampir bersamaan. Dimulai pada awal 2017, pemilik tidak terlalu menuntut soal desain. Malah Teguh mengaku sangat terbantu dengan kepercayaan penuh yang diberikan padanya. Proses desain memakan waktu hampir empat bulan, tak lupa rumah ini dibekali dengan genset yanmar sebagai backup listrik cadangannya. Seiring dengan itu, ada beberapa pekerjaan yang bisa dimulai oleh kontraktor. Pemilik ingin bangunan ini tidak terlihat menonjol.Â
Jadi saya membuatnya lebih casual, ujar Teguh. Dilihat dari depan, rumah ini seperti menyembunyikan ketinggian sebenarnya dengan atap pelana sederhana yang dibuat asimetris sebagai aksen.Â
Di balik pagar kayu ulin, Teguh merancang alur pengalaman ruang dari mulai carport. Ia membuat ritme-ritme supaya orang tidak bosan. Turun dari mobil, ada foyer dengan decorative pool yang menyambut, sekaligus tempat untuk menerima tamu yang masih berada di ruang luar. Kemudian mereka diarahkan oleh ramp yang disisinya terdapat water fountain.
 Suara air dan efek pantul yang dihasilkan kolam ini membentuk suasana dan pengalaman ruang yang berbeda sebelum mencapai sisi dalam bangunan. Tiba di taman tengah yang luas, menjadi kejutan setelah sebelumnya melalui alur ramp yang berliku. Rumah ini membingkai suasana alam dengan massa bangunannya.Â
Teguh mengadopsi bentuk arsitektur tradisional Bali yang terdiri dari banyak massa bangunan dan ruang luar menjadi elemen penting yang menjadi satu kesatuan. Kamar tidur utama sengaja dipisahkan menjadi paviliun tersendiri.Â
Selain menjadi elemen dekoratif pada landscape secara keseluruhan, pemisahan ini juga memberi kesan resort/villa, yang berbeda dari rumah tinggal biasa. Bentuk atap limasan khas Bali yang digunakan pada paviliun ini mengalami modifkasi dengan dibuat asimetris.Â
Ada beton, kayu, batu, dan air. Walau demikian, saya menjaga agar warna yang dihasilkan tidak terlalu banyak agar tidak menjadi chaos, jelas arsitek lulusan Institut Teknologi Nasional Malang ini.
Sebagian dek kayu dibuat lebih rendah dari tanah untuk menciptakan tempat duduk-duduk. Nantinya di tempat ini akan dilengkapi dengan peralatan barbekyu. Dari kolam renang kita bisa melihat bangunan rumah ini seolah berupa dua bagian yang menumpuk.