26 Agustus 2024, mahasiswa Universitas Gunung Rinjani (UGR) yang tergabung dalam program magang Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) bekerja sama dengan Unit Pelaksana Teknis Pertanian (UPTPP) Kecamatan Sembalun dan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) mengadakan pelatihan pembuatan Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) berbasis akar bambu di Desa Sembalun Bumbung. Pelatihan ini diikuti oleh anggota kelompok tani Maju Wangi, dengan tujuan untuk memperkenalkan teknologi ramah lingkungan yang dapat membantu mengurangi ketergantungan pada pupuk dan pestisida sintetis.
PGPR, bakteri yang mampu mendukung pertumbuhan tanaman dengan cara alami, diharapkan dapat menjadi solusi bagi para petani yang selama ini menggunakan pupuk kimia untuk komoditas utama mereka seperti cabai, tomat, kubis, buncis, dan sawi. Kegiatan ini muncul dari kepedulian mahasiswa terhadap tingginya biaya produksi yang diakibatkan oleh penggunaan pupuk dan pestisida sintetis, serta dampak negatif jangka panjang pada produktivitas tanah.
Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan PGPR sangat sederhana dan mudah ditemukan di lingkungan sekitar. Akar bambu menjadi komponen utama, dipadukan dengan air rendaman tauge, dedak, gula pasir, terasi, dan air matang. Alat-alat seperti toples, kompor, panci, saringan, dan wadah fermentasi digunakan untuk proses pembuatan. Dengan metode ini, petani bisa mengolah sendiri pupuk hayati yang lebih ekonomis dan ramah lingkungan.
Riswan, SP., M.Si, dosen pembimbing lapangan dari UGR, menyampaikan bahwa pelatihan ini diharapkan mampu mengubah cara pandang petani terhadap penggunaan pupuk kimia. Menurutnya, dengan memanfaatkan bahan organik yang ada di sekitar, petani bisa menekan biaya produksi, meningkatkan kesehatan tanah, dan pada akhirnya mendapatkan hasil yang lebih berkelanjutan. "Dengan PGPR, kita tidak hanya membantu petani mengurangi ketergantungan pada bahan kimia, tetapi juga mendorong mereka untuk memanfaatkan potensi lokal yang selama ini belum termanfaatkan dengan baik," jelas Riswan.
Observasi di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar petani di Desa Sembalun Bumbung masih bergantung pada pupuk sintetis, baik yang mereka beli sendiri maupun yang berasal dari subsidi pemerintah. Mereka berpendapat bahwa pupuk dan pestisida kimia lebih praktis dan cepat memberikan hasil. Namun, pendekatan ini seringkali mengabaikan dampak jangka panjang terhadap tanah dan lingkungan.
Pelatihan PGPR ini menjadi sebuah langkah penting untuk mengedukasi petani mengenai pertanian organik yang lebih ramah lingkungan. Selain itu, inisiatif ini juga menunjukkan bagaimana teknologi sederhana dan bahan alami bisa digunakan untuk mendukung keberlanjutan pertanian. Dengan semakin meningkatnya pemahaman petani mengenai PGPR, diharapkan akan terjadi perubahan signifikan dalam praktik pertanian mereka menuju sistem yang lebih sehat dan berkelanjutan.
Kolaborasi antara mahasiswa, petani, dan pemerintah lokal dalam pelatihan ini mencerminkan sinergi yang positif untuk masa depan pertanian organik di Sembalun. Pelatihan ini bukan hanya menjadi ajang pembelajaran, tetapi juga langkah awal menuju pertanian yang lebih mandiri, hemat biaya, dan ramah lingkungan. (top)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H