Mohon tunggu...
alfeus Jebabun
alfeus Jebabun Mohon Tunggu... Pengacara - Pengacara

Alfeus Jebabun, Advokat (Pengacara), memiliki keahlian dalam bidang Hukum Administrasi Negara. Alfeus bisa dihubungi melalui email alfeus.jebabun@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Resensi Novel: "Merdeka Sejak Hati"

2 Januari 2021   18:50 Diperbarui: 2 Januari 2021   18:53 1605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover Novel Merdeka Sejak Hati (Dokpri)

Saya mengakhiri Tahun 2020 dan mengawali Tahun 2021 dengan membaca sebuah novel berkualitas karya A. Fuadi: Merdeka Sejak Hati. Saya membutuhkan dua hari untuk membaca novel setebal 365 halaman ini. Saya membelinya di toko buku Gramedia Matraman tanggal tiga puluh Desember malam, mulai membacanya keesokannya dan baru selesai tanggal hari pertama tahun 2021.

Jujur, saya termasuk pengagum A. Fuadi. Karya-karya sastranya selalu saya ikut. Semuanya berkualitas. Novel yang hendak bahas di sini, diterbitkan pertama kali bulan Mei 2019 oleh Kompas Gramedia. Novel genre biografi ini membahas seorang tokoh bangsa dan pahlawan nasional, pendiri organisasi Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (HMI): Lafran Pande. 

Fuadi menceritakan sosok Lafran Pane dengan sangat menarik. Walaupun memakai latar sejarah dan suasana Indonesia prakemerdekaan, Fuadi tidak lupa mengkotekstualkannya dengan zaman sekarang. Melalui novel ini, saya jadinya mengenal sosok Pak Lafran Pane, mengenal karyanya, mengenal masa kecil dan remajanya yang kelam, hingga kisa dia menjadi tokoh bangsa dan pahlawan nasional. Saya juga akhirnya mengetahui cukup banyak sejarah dan pemikiran pokok berdirinya HMI.

Merujuk ulasan Fuadi, sosok Lafran Pane menjadi antithesis bagi kebanyakan tokoh politik Indonesia dewasa ini. Di saat para politisi berlomba mengejar kekuasaan dan jabatan, Lafran Pane malah tidak tertarik. Bukan karena tidak mampu, tetapi lebih karena tidak mau. Bahkan, dia rela mengorban jabatan demi masa depan organisasi yang dia pimpin. Bayangkan, dia yang merintis HMI tetapi tidak mau menduduki jabatan ketua umum sepanjang masa. Dia hanya menjadi ketua umum cuma setahun, kemudian dia menyerahkannya kepada orang yang menurut dia mampu. Dia mengalah. Akibatnya, HMI sekarang menjadi sangat besar, dan berhasil mencetak banyak kader dan tokoh bangsa.

Apabila saya mengangkap cerita Fuadi, bahkan sampai akhir hayat hidupnya, Lafran Pane tidak memiliki rumah sendiri, tidak memiliki harta berlebihan. Namun demikian, dia tidak memiliki utang, baik utang budi maupun utang materi. Sekali lagi, menurut cerita Fuadi, bukan karena Lafran Pane tidak mampu, tetapi lebih karena tidak mau. Kalau dia mau, peluangnya sangat besar. Dia bisa memakai kekuasaan dan pengaruhnya untuk menduduki jabatan tertentu di negara ini, tetapi itu tidak dia lakukan. Bahkan saat diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung pada era orde baru, Lafran Pane tidak mengisi kolom partai politik. Dia betul-betul merdeka. Tidak mau terikat.

Pelajaran moral yang bisa dipetik juga dari kehidupan Lafran Pane adalah dalam hal pengelolaan keuangan keluarga. Dia membelanjakan uang karena kebutuhan, buka untuk memenuhi hasrat. Di saat junior-junior dan rekan-rekan kerjanya naik mobil mewah, dia malah masih mengayuh sepeda ontel atau jalan kaki. Sekali lagi, bukan karena tidak mampu, tetapi karena dia merasa tidak membutuhkan mobil. Dia bahagia denga gaya hidupnya. Dia manusia merdeka. Pengelolaan keuangan yang baik dalam keluarga sebenarnya bisa menjadi fondasi yang kuat untuk mencegah perilaku koruptif.

Namun sayangnya, novel ini tidak menceritakan kisah heroik yang membuat Lafran Pane layak dipandang sebagai pahlawan nasional. Novel ini sangat sedikit bahkan hampir tidak ada bagian yang membahas peran Lafran Ketika dalam proses negara ini merdeka. Hanya menceritakan Lafran pernah ikut diskusi dengan para aktivis zaman itu, tapi tidak menceritakan karya Lafran yang membuat dia menjadi pahlawan. Akan tetapi, saya bisa memahami ini, karena ini bukan biografi yang utuh. Selain itu, tidak dikisahkannya apa yang saya harapkan, justru menunjukkan bahwa Fuadi konsisten dalam membahas sosok Lafran Pande yang tidak mau mendakukan sesuatu. Lafran tidak mau mengklaim sebagai orang yang berpengaruh. Dia lebih senang melihat hasil kerjanya sukses, dan tidak mengklaim sebagai keberhasilannya semata. Dia tidak mau menonjol. Lafran malah senang kalau semua orang melupakan perannya. Menurut saya, disutlah letak kepahlawanan Pak Lafran. Dia seorang negarawan.

Terimakasih Bung A. Fuadi. Saya menunggu karya lainnya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun