Selain dari ERP, Eropa mendapat bantuan dari UNRRA (United Nations Relief and Rehabilitation Administration) yang berasal dari PBB dengan cara mereka sendiri dalam pembaharuan zona pasca perang and tentunya memiliki anggota yang lebih banyak. Kedua program tersebut berjalan sukses dengan rasio korupsi yang amat rendah.
Akan tetapi Belanda sebagai salah satu komite CEECP, melakukan tindakan yang dilarang dalam program tersebut. Mereka tidak menggunakan uang tersebut untuk membangun kembali negara mereka melainkan menggunakan uang tersebut untuk mendapatkan wilayah jajahan mereka yang telah merdeka yaitu Indonesia pada tahun 1945.
Usaha belanda tersebut kita kenal dengan sebutan Agresi Militer. Dimana Belanda kembali menyerang Indonesia yang pada saat itu belum mendapatkan pengakuan dari negara manapun. Karena belum merdeka secara de jure, Belanda masih merasa berhak atas wilayah Indonesia. Agresi Militer ini juga dibantu Inggris dalam merebut kembali kekuasaan Indonesia.
Karena melanggar kode etik dari ERP, Belanda mendapatkan tekanan dari dunia agar segera mengembalikan Indonesia merdeka dan menggunakan uang dari Amerika untuk pembaharuan negaranya.Â
Tekanan itu juga diberikan oleh USSR sebagai salah satu dewan keamanan tetap PBB yang memiliki perang penting dalam UNRRA. Karena mendapatkan tekanan tersebut, Belanda menghentikan penyerangan yang terjadi di wilayah Indonesia dan menekan Indonesia secara diplomasi seperti beberapa perjanjian yang kita ketahui.
Akhirnya pada tanggal 19 juni 1949 dan 22 juni 1949, setelah beberapa perjanjian sebelumnya dijalankan. Kedua negara bersama BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg) mengadakan Round Table Conference (Koferensi Meja Bundar). Dalam koferensi tersebut, Belanda menyerahkan kemerdakaan kepada Indonesia dengan berbagai syarat yang telah diajukan dan disetujui oleh kedua negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H