Judul: Kertas Hitam
Penulis: Aru Armando
Penerbit: Shofia
Jumlah Halaman: 240 hal
ISBN: 978-692-5862-38-0
Sinopsis
Sebuah operasi menjelang Pemilu bekerja dengan senyap. Perebutan kekuasaan bukan harga murah. Bank negara pun menjadi pertaruhan di bursa saham. Segala yang tampak dikendalikan oleh yang tak tampak.
Di bawah keremangan itu, di antara idealisme dan bayang-bayang pengkhianatan seorang wanita, Tomi, Sang Pewarta yang pulang dari Amerika, terus berlari membawa takdirnya sendiri. Api idealisme sebagai seorang jurnalis masih menyala di balik dadanya.
Novel ini mengajak kita untuk berpetualang di tengah rimba hukum, perjudian di meja saham, dan kerumitan nasib di antara pengharapan-pengharapan.
Review Singkat
Tak lama setelah menamatkan buku pertamanya, Sang Pewarta, saya langsung lanjut ke sekuelnya, Kertas Hitam. Nggak sampai satu hari, cerita ini pun tamat saya baca. Baru kali ini saya berhasil menyelesaikan dua buku sekaligus dalam sehari!
Cerita dimulai dengan kembalinya Tomi dari Amerika. Niatnya ingin membuat kejutan, tapi malah berakhir dengan rasa sakit dari orang yang dicintainya. Belum cukup sampai di situ, rekan seperjuangannya pun pergi untuk selamanya, dan ia juga harus menerima kenyataan pahit dipecat dari tempat kerjanya, Suara Harian Nasional. Semua kesedihan itu coba ia lawan dengan melibatkan dirinya dalam penyelidikan baru, kali ini terkait permainan saham yang ternyata berhubungan dengan kasus lama yang pernah ia selidiki. Melibatkan pejabat-pejabat di perusahaan besar serta di pemerintahan. Perlahan tapi pasti, semua benang merah mulai terhubung. Nyawa Tomi kali ini benar-benar terancam. Berkali-kali ia hampir kehilangan nyawanya dalam mengungkap konspirasi politik, kriminal para 'kerah putih', dan juga harus menghadapi kisah cinta yang penuh lika-liku.
Yang bikin saya betah adalah gaya bahasanya yang hidup. Nggak bisa dipungkiri, saya menyelesaikan novel ini dalam sekali duduk. Ceritanya beda dari sebelumnya. Kertas Hitam terasa lebih rumit dan kompleks. Pembahasannya juga lebih berat. Saya jujur, pusing banget memahami soal permainan saham, keuangan, dan politik ekonomi yang dibahas. Meski begitu, ceritanya tetap seru buat diikuti. Ketegangannya lebih terasa di sini, dengan nuansa thriller yang lebih kental. Ditambah lagi, ada beberapa adegan aksi yang bikin tambah seru.
Pesan utama yang saya tangkap dari novel ini jelas soal investasi, terutama dalam permainan saham. Buat kita yang masih pemula, hati-hati itu wajib banget. Dunia investasi memang bisa bikin ngiler dengan keuntungan yang ditawarkan, tapi di sisi lain, risikonya nggak main-main. Salah langkah sedikit, bisa jadi bumerang buat diri sendiri. Novel ini ngasih gambaran kalau di balik setiap pergerakan saham ada intrik, strategi, bahkan konspirasi yang bisa bikin kita kaget. Jadi, kalau mau terjun, nggak cukup cuma ikut-ikutan tren atau dengerin tips seadanya. Perlu banget belajar, paham mekanismenya, dan siap dengan risiko yang ada. Ingat, bukan cuma soal untung, tapi bagaimana mengelola dan meminimalisir kerugian juga penting.
Kalau boleh jujur, saya memang lebih menikmati Sang Pewarta. Mungkin karena pembahasannya masih bisa saya pahami, terutama soal dunia jurnalistik. Sementara Kertas Hitam lebih kompleks dan cukup berat. Tapi tetap, buat kalian yang suka cerita investigasi dengan bumbu thriller dan sentuhan romansa, novel ini sangat direkomendasikan! Skor dari saya 7,5/10. Nggak rugi buat dibaca!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H