"Sampun diobat Pak taneman e?"Â (bahasa jawa, artinya: sudah diobat Pak tanamannya?) pertanyaan demikian kerap kita dengar di kalangan petani. Memangnya tanaman itu sakit apa kok diberi obat? Mungkin pertanyaan itu yang melintas dipikiran kita. "obat" yang dimaksud adalah pestisida kimia. Memang bukan analogi yang benar, namun fungsinya memang beti (beda-beda tipis). Pestisida yang ada dipasaran jumlahnya lebih dari 3000 merk terdaftar dan tentu semuanya beracun.
Pestisida diberikan pada tanaman dengan maksud dan tujuan untuk menyembuhkan / mencegah tanaman tersererang hama penyakit. Serangan hama penyakit dapat merugikan kegiatan pertanian. bahnkan pada beberapa lokasi terjadi gagal panen dan menyebabkan petani merugi. Namun layaknya obat bagi manusia, pestisida ternyata punya sifat antagonis (dalam istilah kedokteran antagonis: obat/racun yang khasiatnya berlawanan).
Racun kimia yang ditinggalkan si pestisida biasanya bersifat sistemik  dan dapat membunuh cacing dalam tanah. padahal cacing tanah sejenis E fetida diketahui dapat menyuburkan lahan pertanian. Bahkan salah-salah sisa racun dari  "obat" yang disemprotkan dalam tanaman ikut terangkut dalam proses pemanenan buah atau sayur. Lebih bahaya lagi sayur ini yang nantinya kita konsumsi . wah apa ya yang bakal terjadi dalam tubuh? Cacing tanah saja mati...
Bagaikan buah simalakama memang.. tidak pakai pestisida resiko gagal produksi tinggi, pakai pestisida tubuh dan lingkungan teracuni. Tinggal bagaimana kita menyikapi  fenomena ini. Sebagai manusia yang sadar lingkungan ada baiknya mengurangi penggunaan "obat" beracun ini atau jika terpaksa memakai ada kok pilihan racun yang cepat netral efek racunnya. Jadi ada baiknya bersihkan dan cuci sayur, buah yang akan kita makan dan sebisa mungkin hindari penggunaan "obat" ini yaa..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H