Mohon tunggu...
Alfarizi Tubagus
Alfarizi Tubagus Mohon Tunggu... -

Hanya mencoba menulis dan ingin berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Hukuman Mati Apakah Perlu?

13 September 2014   04:10 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:50 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini terinspirasi setelah membaca tulisan yang menyentuh dari salah seorang yang telah memotivasi saya untuk menulis yaitu Pak Tjiptadinata yang berjudul "Lukisan Jokowi “Sang Optimisme” Terjual di Melbourne" yang berkisah tentang tentang Myuran Sukumaran yang dipidana mati.

Hukuman sejauh yang saya pahami bertujuan untuk menjamin adanya kepastian hukum, ketertiban dalam masyarakat, dan juga sebagai contoh serta memberikan rasa jera baik kepada terhukum maupun kepada masyarakat. Yang saya tahu hukuman bukanlah sebagai ajang untuk membalas dendam sehingga ada istilah "warga binaan"  dalam Lembaga Pemasyarakatan yang artinya terpidana dididik agar kembali menjadi anggota masyarakat yang baik, dan Lembaga Pemasyarakatan itu sendiri menunjukan semangat perubahan ke arah itu sebagai mana diketahui nama sebelumnya adalah Penjara yang kira-kira artinya tempat pemasungan. Dengan seseorang dijatuhi hukuman mati dalam pemahaman saya kapan dia (terpidana) akan dapat memiliki kesempatan untuk memperlihatkan bahwa dirinya sudah berubah menjadi baik dan layak hidup bersama orang sekitarnya .

Saya berandai-andai, bila ada seseorang yang berbuat sesuatu yang membahayakan diri saya, keluarga saya atau siapapun yang kebetulan berada di dekat saya, mungkin akan saya lakukan apapun sampai sendainya harus membuat seseorang terbunuh untuk mencegah perbuatannya, akan tetapi di luar itu saya tidak akan pernah tega melakukannya. Inipun hanya berandai-andai karena belum tentu akan semudah itu.

Mungkin perasaaan saya terlalu berlebihan tapi demikianlah adanya, agama saya (Islam) membenarkan adanya hukuman mati sebagaimana ayat berikut :

Surat 5 (Al-Maidah) ayat 45 “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishaash)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.”.

Allah memang mewajibkan penerapan hukumNya, termasuk hukum pidana (Qisash) seperti, nyawa dibalas nyawa dan seterusnya akan tetapi juga disebutkan "Barangsiapa yang melepaskan (hak qishaash)nya" yang artinya barang siapa yang memaafkannya, maka menjadi penebus dosa baginya (amal/sedekah) baginya., karenanya tetap saja buat saya pribadi sepertinya selama seseorang tidak menyerang serta membahayakan nyawa saya, saya kok rasanya tidak akan pernah tega melakukan atau bahkan melihat seseorang terbunuh.

Jangankan begitu, saya pernah melihat seorang pencopet yang tertangkap dan dipukuli massa sampai babak belur tidak berdaya dalam hati terasa galau, campur aduk antara marah dan kasihan dan tidak tahu marah kepada siapa padahal saya pernah mengalami istri saya hampir kecopetan di Metro Mini, saya marah tapi saya tidak tega untuk berteriak dan malahan saya dekati si pencopet sambil berbisik agar tidak meneruskan perbuatannya.

Saya pernah membaca bagaimana kesan seorang Eksekutor hukuman mati yang harus mengeksekusi orang yang dikenalnya di Arab Saudi, saya sendiri baru menggilas seekor anak kucing saja ingatan saya terganggu berhari-hari teringat bagaimana seekor anak kucing yang tidak berdaya terbunuh karena kelalaian saya, karenanya kalaupun hukuman mati itu harus tetap ada saya bersyukur masih ada orangg yang mau menjadi eksekutornya.

Jadi kalau ditanya apakah saya setuju adanya hukuman mati? saya akan menjawab ya dan tidak. Saya akan menjawab "ya", bila si terhukum memang sudah diberi kesempatan kedua tapi tidak jera (residivist) dan "tidak" bila hukuman itu dijatuhkan kepada orang yang baru pertama kali melakukan kejahatan dan belum ada catatan mengenai kejahatannya

Ya sudah segitu aja dari saya.

Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun