Oleh : Achmad Faizal
"Hidup yang tak dihayati, direnungi dan dipikirkan,
tak layak untuk dijalani "- Socrates (470 SM - 399 SM)
Pernahkah kita bertanya apa tujuan kita hidup ?, atau untuk apa kita dihidupkan ?. Lalu kemana kita akan berlabuh setelah kehidupan ini ?. Barangkali kita juga pernah bertanya apa itu kebenaran dan bagaimana indikatornya ?, apa itu kebahagiaan dan bagaimana ukurannya ?, atau apa itu kesuksesan dan bagaimana standarnya ?
Bahkan hingga titik kebingungan tertentu, mungkin terlintas pertanyaan yang terkesan menista di benak orang kebanyakan, apakah Tuhan itu ada ?, jika Ia ada, bagaimana cara membuktikan keberadaan-Nya, dst ?. Bagi kita orang-Â orang yang beragama tentunya tak perlu risau, sebab paket jawaban atas pertanyaan tersebut telah termaktub dalam kitab suci.
Lantas bagaimana dengan persoalan receh yang tentu jawabannya tidak disediakan oleh kitab suci ?. Misal pertanyaan, kenapa saya harus menghabiskan banyak waktu dan uang untuk berdandan dan mengenakan pakaian mahal ?, untuk siapa saya melakukan semua itu ?. Atau untuk apa sebenarnya saya sering pamer kegiatan (story) di whatshapp atau Instagram ?, kira-kira apa faedahnya jika semua orang tahu semua aktivitas saya ?
Barangkali pertanyaan tersebut terkesan sederhana, namun bisakah kita memberi alasan yang rasional ?. Kalaupun jawabnya bisa, maka tentunya dibutuhkan olah pikir dan olah rasa yang mendalam atau seringkali kita sebut dengan perenungan (kontemplasi). Sebab hanya dengan merenunglah, pertemuan dengan jawaban yang hakiki dimungkinkan.
Merenung yang dimaksud lebih kepada proses refleksi, menginsyafi diri atau menghadirkan kesadaran dalam menentukan setiap pilihan atau keputusan dalam hidup. Misalkan, apakah saya memilih islam sebagai agama saya hanya karena faktor (kebetulan) lahir dari orang tua yang muslim ? atau memang lahir dari proses panjang dalam mencari kebenaran ?
Syahdan, masih banyak tentunya persoalan hidup kita yang membutuhkan proses refleksi demi mencapai jawaban yang hakiki, mulai dari hal-Â hal yang sederhana hingga soal penciptaan alam semesta. Namun yang menjadi soalnya adalah maukah kita menyisihkan waktu sejenak untuk merenung ?. Minimal merenungi "kenapa kita mesti merenung".
Napak Tilas Perenungan
Secara historis, olah fikir yang logis, kritis, analitis dan sistematis telah dilakukan sejak lebih 2000 tahun yang lalu, oleh orang - orang yang menyebut dirinya sebagai "pencinta kebijaksanaan" di Yunani. Bahkan penelusuran terjauh mengatakan sejak Hermes Trimegitus (Nabi Idris dalam tradisi pemikiran islam), sehingga ia dianggap bapak ilmu pengetahuan umat manusia (Haidar Bagir, 2017).