Mohon tunggu...
Alfarisma Melandika
Alfarisma Melandika Mohon Tunggu... Lainnya - Pecinta kopi, coklat, hujan, dan senja

Terus belajar dan tidak berhenti belajar karena hidup tidak pernah berhenti mengajarkan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ketika Alam Murka

6 November 2022   09:42 Diperbarui: 6 November 2022   09:46 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banjir bandang dan tanah longsor (Sumber : regional.kompas.com)

Dulu, kau adalah zamrud khatulistiwa
Terhampar permadani hijau sejauh mata memandang
Pohon menjulang tinggi sejauh kaki melangkah
Embun menetes dari daun segar
Dibiarkannya tanah meresapnya

Riak sungai dan sepoi angin menjelma jadi alunan musikmu
Ilalang menari rayakan suka cita
Dibalik kabut, jingga muncul pancarkan sinarnya
Sungguh, pagi yang syahdu

Kini, tak ada lagi bentangan permadani hijau
Kotaku menjelma jadi wahana dan istana megah
Obsesimu melangit tuk jadi primadona
Deru dan bising mengiringi hari-harimu

Sore itu, hujan mengadu pada langit
Ditumpahkannya keluh kesahnya
Marah pada tangan-tangan tak bertanggung jawab
Malam makin mencekam, hujan di luar makin menderas
Lumpur, batu, dan kayu bergejolak
Hanya jeritan dan hiruk pikuk manusia yang terdengar
Istana dan menara berbaur dengan tanah

Baca juga: Di Sepertiga Malam

Alam telah murka
Karena rimba telah kau jamah
Hutan belukar telah kau bakar
Pohon telah kau tebang
Kini dia enggan bersahabat denganmu

Baca juga: Sahaja dalam Doa

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun