Suku baduy atau yang bisa disebut dengan Kanekes, merupakan kelompok etnis yang tinggal di wilayah pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Indonesia. Secara garis besar, sejarah Suku Baduy berhubungan erat dengan kepercayaan tradisional sunda. Suku Baduy pun dipercaya sebagai keturunan dari Kerajaan Sunda Pajajaran yang menghindari pengaruh Islamisasi dan kolonialisme Belanda, sehingga mereka mengisolasi diri dan menjaga tradisi leluhur secara ketat. Seperti yang diketahui, posisi Suku Baduy terletak di daerah pegunungan Kendeng, yang terletak sekitar 40 Km dari Rangkasbitung, Ibu Kota Kabupaten Lebak. Wilayah ini dikenal dengan keindahan alamnya yang meliputi hutan, perbukitan, dan sungai. Masyarakat Baduy dibagi menjadi dua suku, yaitu Suku Baduy Luar dan Suku Baduy Dalam, Namun, apa perbedaan dari kedua suku tersebut, ya?
Tepat pada tanggal 31 Mei 2024, Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Jakarta telah melakukan kunjungan studi pada Suku Baduy Luar di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Terdapat lebih 50 mahasiswa mata kuliah Digital Creativepreneurship telah melakukan studi dengan mengamati Suku Baduy Luar. Perjalanan kami dimulai pukul 07.00 - 09.30 WIB sampai di rest area tol Penimbangan untuk istirahat sejenak, selanjutnya perjalanan kami berlanjut hingga sampai di Baduy Luar tepat pukul 10.30 WIB. Akses jalan yang rusak dan cukup sempit membuat perjalanan kami agak sedikit terlambat. Di pintu masuk banyak terlihat mobil dan bus kecil yang sedang parkir untuk menunggu para pengunjung yang sedang tracking di Baduy Luar. Tracking kami dimulai dengan membaca doa terlebih dahulu agar perjalanan pergi dan pulang lancar, dan tidak ada suatu hambatan. Pukul 10.45 kami memulai tracking menuju Baduy Luar. Jalur tracking menuju Baduy Luar masih alami yaitu tangga yang dibuat dengan batu-batuan. Di tengah teriknya matahari, masih ada kesejukan angin yang menghempas dari sisi daun dan pohon-pohon di pinggiran. Sampai kami bertemu dengan salah satu warga lokal yang telah kami wawancarai.
Janin atau biasa dipanggil Aa Janin seorang pria muda berusia 26 tahun berprofesi sebagai tour guide Suku Baduy Luar. Aa Janin menjalani kehidupan sehari-hari sebagai warga lokal Suku Baduy Luar dengan menjamu dan mengarahkan tamu dari luar baduy yang sedang ingin liburan ke Suku Baduy Luar. Wawancara telah dilakukan secara langsung kepada Aa Janin saat di pertengahan perjalanan menuju Suku Baduy Luar. Pertama, Aa Janin memberitahu perbedaan signifikan antara Suku Baduy Luar dengan Suku Baduy Dalam. Terdapat dua perbedaan, yaitu secara gaya pakaian serta transportasi dan perjalanan yang digunakan.
Secara gaya pakaian, perbedaan Baduy Luar dengan Baduy Dalam dapat terlihat dari pemakaian busana bawahan. Untuk Baduy Luar menggunakan bawahan berupa celana, sedangkan Baduy Dalam mengenakan sarung. Kemudian perbedaan dapat terlihat dari pemakaian busana atasan baduy dalam dengan mengenakan pakaian berwarna hitam dan putih. sedangkan Baduy Luar masih dibebaskan menggunakan pakaian warna apapun. Secara transportasi dan perjalanan, Suku Baduy Luar setiap harinya masih menggunakan kendaraan berupa transportasi motor, sedangkan Suku Baduy Dalam masih memiliki kebudayaan jalan kaki setiap harinya.
Setelah itu beliau menyatakan terdapat kurang lebih 16.000 penduduk yang menetap di Suku Baduy Luar. Dari jumlah tersebut, pekerjaan yang ditekuni oleh penduduk sekitar adalah petani. Setiap harinya hampir seluruh warga Suku Baduy Luar bercocok tanam di ladang. Kemudian Aa Janin menegaskan hal ini sesuai dengan adat istiadat yang dianut oleh Suku Baduy Luar, yaitu Adat Sunda Wiwitan. Dilansir dari buku "Agama-Agama Nusantara" oleh Anhar Gonggong, Sunda Wiwitan adalah kepercayaan tradisional yang dianut oleh sebagian masyarakat sunda di Jawa Barat, terutama Suku Baduy Luar. Sunda Wiwitan berpusat pada penghormatan pada Dewi Sri sebagai Dewi Padi dan leluhur, serta menyelaraskan kehidupan manusia dengan alam semesta.
Wawancara ditutup dengan harapan yang ingin disampaikan Aa Janin untuk Suku baduy luar kedepannya. Ia mengatakan, "Harapan saya untuk Baduy Luar adalah untuk selalu melestarikan kebudayaan dan adat Suku Baduy Luar yang sudah mengalir sejak dulu, agar tetap eksis sampai masa yang akan datang". Dari hasil studi yang kami lakukan, menunjukan bahwa eksistensi Suku Baduy baik Baduy Luar maupun Baduy Dalam perlu dipertahankan sepanjang masa. Hal ini mengajarkan kita bagaimana menghargai adat istiadat yang sudah turun temurun diterapkan dalam kehidupan Masyarakat Baduy. Sehingga kebudayaan seperti cinta alam serta keunikan lain yang dimiliki Suku Baduy tidak akan pernah luntur terbawa zaman modern. Oleh sebab itu, mari kita dukung, hargai, serta melestarikan kebudayaan tanah air kita tercinta!
Artikel berita ini ditulis oleh Kelompok 4 Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta, dalam memenuhi luaran Mata Kuliah Digital Creativepreneurship. Ucapan Terimakasih kami ucapkan kepada Dosen Pengampu Mata Kuliah yaitu Ibu Istisari Bulan Lageni, S.Sos, M.I.Kom yang telah mengarahkan kami dalam menyusun artikel berita ini. Kami berharap tulisan ini dapat memberi insight yang dapat mencerahkan kalian para pembaca, ya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H