Kualitas penurunan lingkungan hidup akhir-akhir ini sangatlah marak terjadi diberbagai wilayah (daerah) Indonesia, semisal longsor, banjir, abrasi dan sebagainya. Faktor-faktor ini kemudian tidak bisa kita lihat sebagai fenomena alam yang biasa, hal ini tentu  adanya proses dan upaya pemanfaatan sumberdaya yang memiliki keterkaitan lansung pada lingkungan, semisal pengerukan kekayaan alam, seperti penambangan mineral dan batu bara, pemanfaatan sumber daya hutan, dan project yang memiliki dampak lansung terhadap lingkungan.Â
Tercatat di Indonesia, sepanjang 1 Januari-6 Juni 2022 Banjir terjadi sebanyak 682 kali sebagaimana termuat dalam databoks.katadata.co.id (7 Juni 2022) yang bersumber dari Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan itu diluar bencana yang lain serta belum tercatat di Bulan ini (Juli 2022).
Maka tentu, peristiwa banjir ini adalah catatan buruk terhadap kualitas lingkungan hidup kita. Lantas apakah penanganan dalam meminimalisir banjir yang akan terjadi di waktu-waktu mendatang dari beberapa tahun sebelumnya sudahkah cukup akurat.Â
Inilah akar permasalahan yang harus segera dipecahkan mengenai penanganan banjir tersebut, terlihat masih banyak diberbagai daerah, penanganan masalah ini masih jauh dari akar permasalahannya sendiri, penanganan dilakukan yang terjadi dilapangan malah terpaku pada menangani saat banjir itu terjadi, seperti mengevakuasi, memberikan bantuan logistik dan sebagainya, yang kemudian tidak dapat mengurangi bahkan menjawab permasalahan banjir tersebut, terlebihnya ini kemudian malah menjadi hal lazim bagi lembaga formal (resmi) pemerintahan daerah setempat, tanpa membuat mapping-strategi untuk menangani akan datangnya banjir kembali atau penanganan terencana agar tidak lagi kemudian terjadinya banjir.Â
Hal ini sangatlah membutuhkan partisipasi aktif seluruh kalangan dalam menjaga kualitas lingkungan kita saat ini, mulai dari kesadaran terkecil menjaga pembuangan sampah pada tempatnya agar kemudian tidak mencemari lingkungan dan menurunkan kualitas lingkungan hidup. Terlepas dari itu, hal ini haruslah menjadi perenungan dan perhatian kita secara penuh, terkhusus pada lembaga pemerintahan bagaimana kemudian melihat hal ini dengan lebih serius dan meneropong akar permasalahan sebab akibatnya.Â
Bahwa kerusakan lingkungan ini tidak terlepas akibat daripada menurunnya kualitas lingkungan hidup, yang kemudian terbangun dari berbagai macam project raksasa, pengerukan kekayaan alam dari penambangan pasir besi dan sebagainya, terkhusus pada penambangan mineral dan batu-bara serta penggundulan hutan lewat operasi penebangan besar-besaran dari penghisapan sumber daya hutan (kayu bulat) beserta project lain yang memiliki dampak lansung terjadinya banjir.Â
Olehnya itu, masalah ini haruslah diputuskan dari sumber atau akar yang kemudian memiliki dampak terhadap menurunnya kualitas linkungan hidup serta penanganan banjir yang dilakukan haruslah tertuju pada sumber permasalahan bukan pada penanganan akomodasi sementara.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H