Mohon tunggu...
Alfaraby
Alfaraby Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar Konseling dari Rasulullah

26 September 2018   17:33 Diperbarui: 27 September 2018   08:24 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artikel ini saya awali dari kisah salah seorang sahabat, namanya Usman bin Madz'un. Beliau sangat rajin beribadah, bahkan beliau hampir menghabiskan seluruh waktunya hanya untuk beribadah kepada Allah di Masjid. Di sisi lain, Usman juga mempunyai seorang istri. Suatu ketika, Rasulullah dengan sifat kepekaannya yang tinggi itu heran melihat istri Usman.

Belau bertanya-tanya mengapa istri Usman tampak tak terawatt dan tidak tampil bergairah. Setelah itu, Rasulullah mendatangi Aisyah, beliau bertanya "wahai 'Aisyah, apakah kamu tau, kenapa istri Usman penampilannya seperti itu? Seperti tak terawat." 'Aisyah pun menjawab, "oh, suaminya (Usman bin Madz'un) itu terlalu sibuk dengan beribadah, hingga dia tak sempat 'melirik' istrinya."

Tak lama setelah itu, Rasulullah pun langsung memanggil Usman bin Madz'un. Rasulullah berkata pada Usman bin Madz'un, "Usman, saya kasih tau ya, diri (jiwa) kamu memiliki hak atas dirimu, juga istrimu memiliki hak atas dirimu, maka berilah hak-hak itu."

Demikianlah bagaimana Rasulullah begitu mengayomi umatnya. Rasulullah memang Nabi bagi umat muslim, tapi dari kisah di atas, bisa kita ambil pelajaran, tanpa memandang agama apapun itu.

Mengenai fungsi konselor dalam ranah Bimbingan & Konseling, ada bebrapa fungsi yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dalam kisah di atas. Fungsi pemahaman, pada fungsi ini diharapkan konselor memiliki kepekaan yang tinggi. Rasulullah sudah mencontohkan fungsi ini, lihat bagaimana Rasulullah berusaha memahami kondisi istri dari Usman bin Madz'un, bahkan tanpa menunggu ada laporan yang masuk. Gampangnya ialah "menjemput bola, bukan menunggu bola."

Fungsi preventif juga telah dicontohkan oleh Rasulullah melalui kisah di atas. Fung si preventif sendiri adalah bagaimana pihak konselor bisa mencegah segala kemungkinan buruk, agar tidak terjadi pada kliennya. Bisa kita lihat bagaimana Rasulullah berupaya mencegah hal-hal buruk, agar tidak menimpa istri bahkan Usman bin Madz'un itu sendiri.

Mengenai pencegahan terjadinya suatu masalah, saya teringat pada sebuah kisah Rasulullah ketika kumpul makan bersama para sahabatnya. Di suatu malam, Rasulullah SAW pergi ke rumah salah seorang sahabat untuk menghadiri sebuah acara makan-makan bersama para sahabat yang lain. 

Menu yang dihidangkan pada malam itu cukup special, yaitu daging Unta. Rasulullah bersama seluruh sahabat yang hadir sangat menikmati hidangan yang ada. Mereka semua makan dengan sangat lahap. Singkat cerita, setelah semua merasa kenyang acara dilanjtkan dengan sholat berjama'ah, tiba-tiba ada salah seorang sahabat yang buang angin (kentut).

Tak diketahui dengan pasti siapa 'pelakunya'. Sudah pasti beberapa dari hadirin yang ada itu merasa terganggu dengan bau angina tersebut. Lantas apa yang dilakukan Rasulullah agar si 'pelaku' ini tidak merasa malu atau bahkan merasa terkucilkan? Rasulullah langsung berkata "barangsiapa yang baru saja makan daging Unta, maka harus berwudhu (wudhunya batal)."

Sungguh luar biasa bagaimana sentuhan psikologis yang dilakukan Rasulullah melalui perkataannya tersebut. Logikanya, jika Rasulullah mengatakan bahwa yang makan unta harus berwudhu lagi, berarti secara otomatis semua yang hadir pada malam itu harus berwudhu. Bukan hanya 'pelaku' yang buang angina saja.

Bayangkan saja jika Rasulullah tidak berkata demikian, secara otomatis hanya si 'pelaku' tadi yang pergi untuk mengambil air wudhu', dan itu artinya dia bakalan tertangkap basah. Secara tidak langsung setelah si 'pelaku tadi tertangkap basah, maka dia akan merasa malu dan terkucilkan, atau bahkan bisa menjadi bahan cemoohan para sahabat yang lain.

Rasulullah memang telah ditetapkan oleh Allah sebagai uswah secara totalitas. Semua gerak-gerik, perkataan, dan ketatapan beliau bisa kita gunakan sebagai hujjah atau dasar dalam mengambil hukum. Mengapa demikian? Karena semua yang keluar dari Rasulullah adalah refleksi dari wahyu Allah SWT.

Ya, dari dua kisah di atas kita bisa mendapat sedikit gambaran, bahwa Rasulullah tak melulu memberi contoh mengenai hal-hal yang menyangkut permasalahan ubudiyah saja, tapi juga seluruh aspek kehiduapan, kita bisa berkaca pada apa yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Masalahnya, tinggal bagaiman kita dan orang-orang di sekitar kita mau belajar dan membaca sejarah Rasulullah SAW. Wallahu'alam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun