Mohon tunggu...
Alfarabi Maulana
Alfarabi Maulana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Asal Cirebon, tapi daerah Sunda. Nulis sana-sini.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Artikel Utama

Hubungan Beracun Dua Arah dalam Pendidikan

22 November 2020   20:30 Diperbarui: 24 November 2020   08:17 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Toxic relationship merupakan istilah yang biasa digunakan untuk menyebutkan sebuah hubungan (antar manusia) yang merugikan salah satu pihak. Namun tahukah Anda kalau istilah tersebut bisa digunakan dengan fleksibel jika kita ambil makna harfiahnya, yaitu hubungan beracun.

Hubungan dapat dimaknai sebagai relasi antara dua orang atau lebih. Hubungan di sini mungkin asalnya digunakan untuk menunjuk hubungan pasangan romantis dengan lawan jenis, seperti suami-istri dan pacar. 

Tetapi karena tidak ada kata pelengkap yang menjelaskan makna asal tersebut, maka kita dapat merujuk kepada kaidah bahwa bahasa bersifat arbitrer untuk menggunakan istilah terjemahan relationship pada frasa toxic relationship untuk hubungan-hubungan lain, seperti teman, rekan kampus, tim e-sport, keluarga, bahkan kepada bidang pendidikan.

Racun sendiri bermakna sesuatu yang bisa menyebabkan kematian kepada seseorang apabila orang tersebut, dalam kondisi tertencu, terkena zat tersebut. Tentunya hal ini merupakan sebuah kerugian bagi korban yang terkena racun.

Intinya saya ingin menyatakan pendapat bahwa hubungan beracun dapat diartikan sebagai kondisi sosial di mana sebuah hubungan antara individu atau kelompok menghasilkan sesuatu yang merugikan orang-orang yang terlibat hubungan tersebut. Begitulah. Nggak setuju ya nggak apa-apa. Kita tinggal baku hantam ala kearifan lokal, yaitu suit.

Dalam artikel ini saya ingin menyampaikan bahwa ada hubungan beracun yang merugikan dua pihak dalam bidang pendidikan. 

undergradeasier.com
undergradeasier.com
Hal yang saya angkat mungkin akan lekat dengan kehidupan siswa SMA ataupun mahasiswa yang sudah menggunakan metode belajar diskusi kelompok di kelas. Tepat sekali. Ini adalah hubungan beracun dalam kelompok diskusi.

Seperti yang biasa kita tahu bahwa dalam metode belajar tersebut, peserta didik diharapkan dapat aktif terlibat dalam mengeksplorasi ilmu. Jadi tugas guru berkurang, yaitu hanya sebagai pembimbing dan pihak yang mengonfirmasi kekurangan dan kelebihan informasi yang dibahas dalam diskusi (pembatasan topik masalah).

Peserta didik dituntut untuk semangat mencari pengetahuan sendiri. Guru/pendidik, biasanya akan membagi kelompok dengan anggota yang plural, entah dari segi asal daerah, kemampuan, atau sifat peserta didik. 

Di dalam kelompok, biasanya akan dilakukan yang namanya pembagian tugas untuk mencari satu bahan materi yang akan dituliskan di dalam makalah. Oleh karena itu, kinerja setiap orang akan memengaruhi kualitas kelompok.

Sayangnya ekspektasi para pemikir pendidikan kadang tidak sesuai dengan realita. Nyatanya, masih ada celah di mana ada hubungan beracun dalam kelompok berupa pihak yang mengandalkan dan pihak yang diandalkan. Secara sekilas mungkin Anda sudah paham apa yang ingin saya sampaikan.

Kejadian yang ingin saya sebutkan adalah ketika salah satu atau sebagian orang mengemban seluruh tugas kelompok, sedangkan sebagian lain tidak peduli. 

Tentu saja ini bukanlah sebuah kesalahan jika mereka saling rela, hal ini tidak jauh dari bisnis. Tapi menurut pendidikan ada hal yang merugikan bagi kedua belah pihak.

Pihak yang mengandalkan tidak mencapai salah satu kompetensi atau tujuan pendidikan, yaitu untuk menanamkan sikap disiplin dan gotong royong (dan mungkin beberapa aspek kompetensi lain). Sedangkan yang diandalkan tidak mencapai kompetensi untuk bersikap kritis dan komunikatif. 

Mereka hanya akan mendapatkan rasa aman karena tugas yang diberikan kepada mereka telah selesai. Hal ini malah sangat melenceng dari tujuan utama belajar. 

"Sekolah untuk mencari nilai" sebuah konsep yang sangat melenceng

Mendapatkan nilai yang bagus merupakan salah satu hal yang baik. Akan tetapi jika penilaian menjadi acuan untuk belajar, maka Anda harus sadar bahwa penilaian seseorang itu berbeda-beda. Tidak terkecuali guru/dosen.

Dalam mengerjakan tugas kelompok, hal yang utama dan harus ada dari awal sampai akhir adalah komunikasi. Hal ini dikarenakan metode belajar kelompok merupakan salah satu model pembelajaran sosial di mana peserta didik diharapkan mampu menggali ilmu bidang tertentu sambil belajar bagaimana menyampaikan, mengonstruksi, dan menerapkan ilmu tersebut di dalam masyarakat.

Jika kejadian mengandalkan dan diandalkan terus berlangsung, maka tidak salah lagi mereka akan menjadi korban hubungan beracun yang merugikan waktu, tenaga, dan materi masing-masingnya dalam jalan pendidikan formal mereka.

Untuk menyelesaikan masalah tersebut setidaknya ada dua pilihan, yaitu memperbaiki komunikasi atau membubarkan kelompok belajar. 

Memang menyakitkan, tetapi keputusan itu masuk akal jika kita melihat bahwa tidak ada hal yang baik yang bisa kita dapat dari hubungan yang fana seperti itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun