Mohon tunggu...
Alfarabi Maulana
Alfarabi Maulana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Asal Cirebon, tapi daerah Sunda. Nulis sana-sini.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pemuda yang Masih Enggan untuk Berpolitik

13 September 2020   07:30 Diperbarui: 13 September 2020   07:30 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kenapa kaum milenial sering risih jika disodori wacana politik?

Ketika bertemu sajian politik di media massa, yang langsung terbersit di pikiran saya adalah permainan yang tidak menyenangkan. Tidak seperti bermain petak umpet, monopoli (kayaknya ini udah nyerempet ke politik deh), dan mobil legenda, politik adalah permainan yang peraturannya rumit dan tidak adil.

Bayangkan saja (ngerasainnya nanti ajah), ada orang bernama Yuko (nama fiksi) ingin memenangkan permainan politik harus berkerja ekstra tanpa dibayar. Hal itu dia lakukan dengan satu harapan dan cita-cita, yaitu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang hangat-hangat berita katanya akan dihapus, atau digantikan lah bahasa halusnya, namun syukurnya tidak jadi, atau pembahasannya diberhentikan.

Yuko memulai strategi-strategi sederhana yang masih dianggap wajar untuk mendapatkan hati masyarakat yang entah letaknya ada di mana. Dia mulai bersilaturahmi kepada tokoh-tokoh masyarakat. Dia bertemu dengan para ulama, organisasi masyarakat tertentu, seniman-seniman lokal, bahkan berdialog dengan anak punk yang sebenarnya nama orang tuanya bukanlah punk.

Oke, kita lakukan time skip saja dan langsung ke hasil pemilu. Jadi semua kerja keras Yuko itu terbayar dengan hasil pemilu yang menyatakan bahwa dia menang secara telak. 

Kemudian Yuko bersama seluruh jajaran pemerintahan daerah yang baru berjanji akan memajukan pertanian dan kualitas hidup petani di daerahnya sebagai langkah awal memberdayakan masyarakat, sehingga kepemerintahan selanjutnya tinggal melanjutkan ke program yang lebih tinggi. Hal ini dinamakan mutualisme dalam estafet program kepemerintahan demi kesejahteraan rakyat. Namun itu hanyalah halusinasi saya.

Nyatanya, Yuko kalah oleh Gugun, pesaingnya dari partai seberang, yang punya lebih banyak pendukung. Yuko yang tidak patah semangat untuk menerapkan program-program di dalam kepalanya mulai melakukan riset kenapa Gugun bisa menang dan dia bisa kalah. Bagaimanapun, untuk mencapai cita-citanya, Yuko harus menjalani tahap pertama, yaitu menang.

Hasilnya, Yuko mendapatkan banyak masukan dari rakyat bahwa Gugun itu orang yang lebih mereka percayai karena secara nyata memberikan bantuan ekonomi kepada mereka pada periode kampanye. Mereka bilang, "Kalau orang belum jadi pemimpin ajah sudah baik, apalagi kalau udah jadi pemimpin." Begitulah adanya, dan Yuko menerima logika tersebut.

Setelah setengah dekade, Yuko maju sebagai bakal calon dengan lawan yang berbeda. Gugun hanya menjabat untuk satu periode, sehingga Yuko yang sekarang punya pengalaman, sebanding dengan profesioanl dalam sebuah bidang, menjadi sangat unggul dalam pagelaran demokrasi. Akhirnya dia menjadi yang terpilih untuk memegang pemerintahan daerah periode sekarang.

Tentunya dia menggunakan semua cara yang telah ketahui. Dia berpikir kalau dia tidak boleh gagal kali ini. Namun, kali ini adalah kegagalan yang besar dan nyata dalam hidupnya. 

Idealisme yang membawa semangat kepada dirinya kini lenyap. Hanya ada senyum memesona yang menjadi andalan dalam memimpin. Selain itu tidak ada progres khusus dalam kepemimpinannya. Sampah menumpuk di pingggir jalan, jalan bergelombang dan penuh lubang, petani yang punya banyak utang, pengendara motor yang melawan arus lalu lintas, paket internet yang mahal, dan permasalahan lainnya tak menjadi topik dalam setiap rapat di kantor yang dilengkapi teknologi AC dan wifi berkecepatan 1 gigabit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun