Mohon tunggu...
Alfani Dewi Kurniawati
Alfani Dewi Kurniawati Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Islam Negeri KH Achmad Siddiq Jember, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Program Studi Ekonomi Syariah

Hobi Membaca dan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Akselerasi Sertifikasi Halal dalam Memperkuat Peran Indonesia Sebagai Produsen Halal Dunia

20 Desember 2022   13:35 Diperbarui: 20 Desember 2022   13:41 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana strategi yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia dalam mewujudkan Indonesia sebagai produsen halal dunia. Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan artikel ini menggunakan pendekatan kualitatif. Sumber data diperoleh dari kajian literatur seperti buku, jurnal dan sumber internet yang berhubungan dengan penulisan ini. Hasil dari penulisan artikel ini adalah ada empat strategi utama dalam Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024 yaitu penguatan halal value chain, penguatan keuangan syariah, penguatan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan penguatan ekonomi digital. Untuk memainkan peran besar bagi industri halal di pasar domestik dan global, Indonesia harus menjadi bagian dari global halal value chain yang akan mempelopori penerapan halal traceability dan halal assurance system yang terpercaya.

Pendahuluan

Indonesia menempati peringkat pertama sebagai konsumen produk pangan halal. Namun, Indonesia belum menjadi eksportir no 1 industri makanan halal dunia. Dapat kita lihat bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar untuk menjadi produsen produk halal terbesar di dunia. Hal ini tercermin dari potensi pasar produk halal di dalam negeri yang diharapkan dapat memperkuat industri halal nasional, sehingga Indonesia tidak hanya menjadi konsumen dalam industri halal global namun sebagai produsen.

Perdagangan komoditas bersertifikasi halal di dunia bisnis bukan merupakan hal yang baru . “Halal” yang berawal dari persoalan agama telah bergeser menjadi persoalan pasar, sebab sertifikasi halal dijadikan salah satu persyaratan bagi produk yang akan beredar baik dalam skala negeri maupun skala internasional (Nikmatul Masruroh, 2020). Indonesia sendiri sebagai negara yang berkembang, pada tahun 2022 akan menjadi tuan  rumah G 20, serta mencanangkan menjadi Pusat Produsen Halal Dunia tahun 2024, ternyata saat ini belum mampu merubah posisi Indonesia menjadi pemain utama dalam industri halal dunia.

 Produk bersertifikasi halal di Indonesia menjadi komoditas perdagangan yang dicari oleh konsumen, karena menurut kesejarahannya kehadiran sertifikasi halal yang ditangani oleh LPPOM MUI berawal dari desakan konsumen yang resah dengan kehadiran produk yang tidak mampu menjamin kehalalan, keamanan dan kesehatannya. Sehingga, diperlukan sertifikasi halal. Namun, pada waktu itu sertifikasi halal masih menjadi gerakan yang sporadis, sehingga Indonesia meskipun memiliki konsumen muslim tertinggi di dunia namun belum mampu menjadi pemenang pasar dalam industri halal (Nikmatul Masruroh dan Ahmad Fadli, 2022).

 Maka, sejak diundangkan UU No. 33 tahun 2014, harus ada perubahan kelembagaan untuk mengatur kehalalan suatu produk. Sehingga, beralihlah wewenang MUI kepada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Artikel ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana strategi pemerintah Indonesia dalam mewujudkan Indonesia menjadi produsen halal dunia.

Tinjauan Literatur

Perdagangan Komoditas Bersertifikasi Halal

Komoditas bersertifikat halal menjadi istilah baru di dunia perdagangan. Meskipun selama ini label halal sudah banyak dimiliki oleh produk-produk yang beredar di dunia perdagangan. Namun sifatnya yang voluntary menjadikan pemilik usaha masih belum melakukan sertifikasi halal secara serius. Kehadiran UU No. 33 tahun 2014, telah menjadikan sertifikasi halal sebagai hal yang mandatory. Sehingga, seluruh komoditas yang diperdagangkan wajib memiliki sertifikasi halal. Komoditas tersebut tentu saja sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan oleh BPJPH, misalnya komoditas makanan, pakaian, dan sebagainya (Nikmatul Masruroh, 2019).

 Pola perdagangan di Indonesia yaitu menurut skalanya ada yang lokal, nasional dan internasional. Sertifikat halal bisa digunakan sebagai senjata untuk melakukan penetrasi pasar ke tingkat nasional maupun internasional. Sertifikat halal ini digunakan sebagai bukti bahwa produk yang diperjualbelikan aman, sehat, bermutu dan halal. Komoditas bersertifikasi halal merupakan komoditas yang sudah melalui proses produk halal (PPH).

Proses produk halal di Indonesia memiliki prinsip treacibility yaitu dari farm to fork artinya mulai dari hulu sampai hilir. Sertifikasi halal bukan hanya produk akhir saja tetapi mulai dari bahan baku (supplier) sampai pada produk yang sudah jadi. Dalam PPH ini, ada dua jenis PPH, yaitu dengan cara regular dan cara self declare. Cara regular diperuntukkan perusahaan-perusahaan besar jika mau melakukan sertifikasi halal, sedangkan cara self declare dikhususkan untuk UMKM dan diberikan secara cuma-cuma atau gratis oleh BPJPH (Nikmatul Masruroh dan Ahmad Fadli, 2022).

Akselerasi Sertifikasi Halal

Sebagai upaya mewujudkan Indonesia sebagai produsen halal dunia, Bank Indonesia bersama Pemerintah berkomitmen membentuk suatu ekosistem terintegrasi untuk memperkuat peran Indonesia sebagai pelaku usaha produk halal global, salah satunya melalui akselerasi sertifikasi halal. Indonesia memiliki harapan yang besar terhadap kemajuan industri halal nasional guna memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional. Hal ini sejalan dengan upaya dalam menjadikan Indonesia agar memiliki peran yang semakin signifikan di kancah internasional khususnya industri makanan dan minuman halal.

Pemerintah telah melakukan berbagai langkah strategis termasuk penyerdehanaan proses sertifikasi halal yang semula memerlukan waktu lebih dari tiga bulan kini hanya maksimal dua puluh satu hari. Kemudahan lainnya adalah sertifikasi melalui self-declare dimana pelaku usaha dapat menyatakan sendiri bahwa produknya halal dengan tata cara dan persyaratan yang harus dipenuhi. Melalui berbagai regulasi yang telah dikeluarkan oleh pemerintah tersebut diharapkan dapat mendukung dan memperkuat tumbuhnya ekosistem dan industri halal di Indonesia.

Hasil dan Analisis

Pola Pengajuan Sertifikasi Halal Pada Perdagangan

  • Pelaku Usaha Melakukan Pendaftaran              
  • BPJPH Melakukan Verifikasi Terhadap Dokumen Persyaratan Pendaftaran (2 hari kerja)
  • Update Status
  • Proses Audit Oleh Auditor LPH (15 hari kerja)
  • Pengiriman Dokumen Hasil Audit ke MUI atau Ormas Islam
  • Sidang Fatwa dan Penetapan Halal (3 hari kerja)
  • Pengiriman Dokumen Penetapan Fatwa Halal
  • Menerbitkan Sertifikasi Halal (1 hari kerja)
  • Terima Sertifikasi Halal.

Alur di atas menunjukkan bahwa proses pengajuan sertifikasi halal untuk perusahaan dilakukan secara regular, masa pengajuan hingga sertifikat selesai hanya 21 kerja. Artinya ada efisiensi waktu dari amanat UU No. 33 tahun 2014 yang prosesnya 97 hari untuk produk dalam negeri dan 117 untuk produk luar negeri menjadi hanya 21 hari berdasarkan alur yang baru dari amanat UU Cipta Kerja. Jika untuk UMKM akan dilaksanakan sertifikasi halal secara self declare yang tidak berbayar. Waktu pengurusan juga sama yaitu 21 hari. Namun setiap UMKM harus memiliki pendamping PPH. Proses tersebut lebih mudah dalam pengurusan sertifikasi halal serta tidak berbayar. Namun, belum sepenuhnya diterapkan di Indonesia, artinya belum bisa diukur efektivitasnya dalam meningkatkan sertifikasi halal UMKM di Indonesia.

Strategi Ekosistem Industri Halal Nasional

1. Mempercepat sertifikasi halal khususnya pada rumah potong hewan dan unggas, karena penelitian yang dilakukan oleh IPB dan KNEKS 85%  rumah potong hewan dan unggas di Indonesia belum memiliki sertifikasi halal.

2. Merumuskan model perdagangan komoditas bersertfikasi halal di Indonesia. Model perdagangan komoditas bersertifikasi halal di Indonesia harus diidentifikasi dari skala, jenis komoditas, serta religiusitas konsumen (Nikmatul Masruroh dan Ahmad Fadli, 2022).

3. Pengembangan halal traceability dalam proses produksi.

4. Kerjasama antar lembaga sesuai dengan perannya masing-masing dalam sertifikasi halal.

Adapun strategi utama dalam Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024

1. Penguatan halal value chain, dengan sejumlah program utama yaitu, halal hub daerah, sertifikasi halal, kampanye gaya hidup halal, insentif investasi dan kerjasama internasional.

2. Penguatan keuangan syariah.

3. Penguatan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

4. Penguatan ekonomi digital.

Kesimpulan

Untuk mewujudkan Indonesia sebagai produsen halal dunia, memerlukan langkah-langkah dan kerjasama dari masyarakat Indonesia. Pemerintah sudah memberikan kemudahan terkait sertifikasi halal kepada para pelaku umkm yang belum mempunyai sertifikasi halal, yang awalnya memerlukan waktu kurang lebih tiga bulan dalam proses pembuatan sertfikasi halal kemudan dipersingkat menjadi dua puluh satu hari. Strategi utama dalam Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024 yaitu penguatan halal value chain, penguatan ekonomi syariah, penguatan umkm dan penguatan ekonomi digital

Konsep halal tidak hanya terbatas pada makanan melainkan juga berlaku untuk kehidupan sehari-hari. Halal merupakan gaya hidup yang ditujukan untuk kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan manusia, sehingga sangat relevan dengan semua pihak baik muslim dan non-muslim. Hal ini mencakup beberapa produk yang sering digunakan dalam keseharian seperti makanan, minuman, obat, kosmetik, produk biologi dan produk kimia yang dapat memperoleh sertifikasi halal apabila proses produksi telah sesuai tata cara pengolahan produk halal. Oleh karena itu, dalam membangun sertifikasi halal memerlukan sebuah ekosistem halal.  Pemerintah bersama stakeholder terkait perlu memastikan halal supply chain tersedia dari sisi hulu hingga hilir. Hal ini tentunya memerlukan sinergi dan kolaborasi  dari berbagai pihak baik pemerintah dan pelaku usaha, untuk mewujudkan Indonesia sebagai produsen halal terbesar di dunia sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih besar untuk perekonomian nasional.

Daftar Pustaka

Masruroh Nikmatul. “The Competitiveness Of Indonesian Halal Food Exports In Global Market Competition Industry”. Economica: Jurnal Ekonomi Islam, Vol.11, No.1(2020).

Maruroh Nikmatul, and Ahmad Fadli. “Gerak Kuasa Negara Dalam Perdagangan Komoditas Bersertifikasi Halal Di Indonesia”. State Power Movement in Halal Certified Commodity Trading in Indonesia: Proceedings, Vol.1(2022).

Masruroh Nikmatul. “The Impacts of Instutional Change In The Halal Food And Beverages Certification In Indonesia”. Book Chapter Contemporary Issues On Halal Development In Indonesia, (2019).

Masruroh Nikmatul. “Dinamika Identitas Dan Religiusitas Pada Branding Halal Di Indonesia”. ISLAMICA: Jurnal Studi Keislaman, Vol.14, No.2(2020).

Masruroh Nikmatul, and Attori Alfi Shahrin. “Kontestasi Agama, Pasar dan Negara dalam Membangkitkan Daya Saing Ekonomi Umat melalui Sertifikasi Halal”. In: Proceeding of Annual Conference for Muslim Scholars, Vol.6, No.1(2022).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun