Sekitar dua minggu yang lalu, saya tertarik untuk mengikuti sebuah event Karya Tulis di salah satu Perguruan Tinggi di daerah saya. Namun karena sudah mendekati batas waktu dan sayapun disibukkan dengan beberapa ujian sekolah, akhirnya batal ikutan. Tapi waktu itu saya sempat memikirkan sebaiknya apa yang akan tulis.
Tema yang diberikan adalah seputar energi terbarukan, sempat browsing juga mengenai temanya. Kira-kira saya nemu energi terbarukan itu energi yang berkelanjutan, bisa dikembangkan untuk waktu yang cukup panjang.
Saya teringat dengan kegiatan di sekolah saya mengunjungi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Muara Fajar di daerah Rumbai sana –walau saya tidak ikut. Bagaimana jika sampah-sampah yang ada disana diolah menjadi sebuah sumber energi baru? Mungkin menjadi sumber energi listrik dan sebagainya. Mengingat jumlah sampah yang begitu besarnya. Tapi bagaimana ya caranya?
Memudarnya semangat untuk menelusuri lagi karena rasanya tidak sempat lagi menyelesaikan karya tulis ini, mungkin bisa dilain waktu saja. Walau sempat mikir-mikir ulang, bagaimana cara mengolah sampah itu. Kira-kira bagusnya diolah dengan cara apa, dan blab la bla.
Dan tepat beberapa hari yang lalu secara tidak sengaja lihat di timeline twitter official @kompasiana bagiin kiriman seputar Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (selanjutnya disebut PLTSa) yang sukses di Swedia. Jadi tertarik buka dan luar biasa. –berasa begitu kudetnya eh, karena baru tau hal ini.
Akhirnya mutuskan untuk menelusuri lebih jauh tentang PLTSa, rupanya sudah banyak dikembangkan di beberapa Negara di eropa terutama Swedia dan juga di amerika sana. Bahkan di Swedia sendiri sampai-sampai mengimpor sampah dari Negara sekitar buat menuhin kebutuhan PLTSa mereka. Wow banget kan.
Jadi dalam PLTSa ini bisa menggunakan tiga cara untuk mengolah sampah agar dapat menjadi energy listrik: pembakaran, gasifikasi, dan fermentasi. Yang cukup banyak digunakan adalah dengan cara pembakaran. Pada awalnya sampah diolah menjadi sampah padatan dengan kadar air nya menjadi sekitar 45%. Lalu setelah itu dibakar dengan panas yang luar biasa sekitar 800-900 derajat celcius.
Nah panas yang dihasilkan dari pembakaran ini digunakan untuk memanaskan boiler sehingga air yang ada di dalam boiler ikut menguap dan dapat menggerakkan turbin yang akhirnya menghasilkan energy listrik. Sisa dari pembakarannya berupa abu yang volumenya kira-kira 5% dari volume awal.
Namun memperhatikan segala alat yang dibutuhkan baik dengan cara pembakaran, gasifikasi ataupun fermentasi saya merasa untuk seorang pelajar harus berfikir berulang kali untuk menemukan alat yang lebih sederhananya. Mungkin akan membutuhkan banyak waktu.
Pada awalnya saya mengira PLTSa belum ada di Indonesia ini. Rupanya tadi browsing lagi, saya nemu di Wikipedia Indonesia bahwa di Bandung Timur sudah dibangun PLTSa Gedebage seluas 10 Ha, dimana 3 Ha digunakan untuk areal pembangkit dan 7 Ha lagi digunakan untuk sabuk hijau pembangkit listrik.
FYI, PLTSa Gedebage ini mengolah sekitar 500-700 ton sampah atau 2.000-3.000 m^3 sampah per hari yang akan menghasilkan listrik dengan kekuatan 7 Megawatt. Yang mana hal ini selain dapat menjadi sumber energi listrik tambahan juga dapat mengurangi jumlah sampah yang ada. Karena abu sampah setelah pembakaran yang volumenya berkurang dapat diolah menjadi batu bata.