YOGYAKARTA -- Meski minimnya generasi baru dalam pengrajin tenun, mereka masih melakukan perubahan dan inovasi dalam membuat kerajinan yang pernah menjadi pakaian bagi para raja.
Salah satunya di daerah Krapyak Wetan, Panggungharjo,Kecamatan Sewon, Bantul, Yogyakarta, banyak pekerja yang sudah lanjut usia yang masih semangat untuk bekerja menenun.
Mereka bekerja disalah satu tempat produksi tenun yaitu di Tenun Lurik Kurnia. Sebagian pekerja di sini sudah berusia lanjut. Ada 14 orang tukang tenun secara keseluruhan.
Nur Asmani salah satunya, seorang pria yang berusia 62 tahun yang memiliki jari-jari yang keriput namun masih lincah dalam memilah dan memasukkan benang berwarna beragam. Kemampuannya melihat benang yang sangat kecil tanpa kesulitan, mungkin disebabkan oleh latihan dan biasa menenun. Ia mengaku saat menjalani pekerjaannya ini, dirinya sangat menikmati pekerjaanya.Â
Walaupun diusia nya yang sudah tua, tetapi jiwa nya dalam bekerja masih tetap seperti anak muda. Bapak ini telah menjalani pekerjaan tersebut selama lebih dari 40 tahun. Usia tua tidak mengurangi semangatnya untuk bekerja sebagai tukang tenun yang sudah beliau lakoni sejak usia muda hingga sekarang.
Bapak kelahiran tahun 1960 yang memiliki 2 anak ini mengaku tetap akan bekerja, karena ingin mengisi masa tuanya dengan kegiatan."eyup ga kepanasan, duduk, ga kepanasan, karea menenun ini juga salah satu hobi saya", ucapnya. Beliau ini bisa menyelesaikan pekerjaan tenun dalam waktu paling cepat 2 minggu dan paling lambat 1 bulan. Tergantung kecepatan dan kemampuannya. Tidak ada target yang ditentukan, tetapi setidaknya dapat menenun 30 meter per minggu.Â
Beliau pernah mengalami kesulitan saat bekerja, seperti benang yang terputus dan benangnya loncat loncat, kesalahan benang loncat itu masih bisa diperbaiki. Kalo benang putus lebih repot. Waktu kerjanya dari pukul 8 pagi hingga 4 sore, dengan istirahat pukul 12 siang. Boleh datang jam 7 pagi dan pulang hingga jam 5 sore. Hari liburnya hanya pada hari Minggu dan hari besar nasional.
Dulu hampir sebagian besar warga krapyak wetan bekerja dengan menenun. Namun seiring waktu berjalan, sekarang hanya ada puluhan orang saja yang masih setia sebagai tukang tenun, hanya sebagai pekerjaan sampingan. Rata-rata mereka sudah berusia tua.
Meskipun minimnya tukang tenun muda, beliau dan rekan-rekannya tetap melakukan perubahan dan inovasi dalam kerajinan tenun yang pernah menjadi pakaian kerajaan. Meski tergolong kerajinan yang tradisional, nyatanya tenun lurik masih banyak diminati pembeli. Tak hanya oleh warga lokal Yogyakarta, tetapi juga banyak dipesan oleh orang luar kota, termasuk juga turis turis dari manca negara.
Saat ini, produksi kain lurik mulai digairahkan kembali dengan upaya pemerintah dalam memajukan sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Pemerintah Yogyakarta juga kerap mempromosikan kain tradisional ini dengan mengikut sertakan dalam berbagai acara budaya baik tingkat provinsi maupun nasional untuk melestarikan budaya. Harapannya adalah kain tenun lurik yang kembali populer ini akan memicu minat generasi muda untuk mempelajari dan mempraktikkan kerajinan tenun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H