Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... wiraswasta -

orang biasa sedang belajar menulis apa saja

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Premanisme, karena Polisi Melecehkan Institusinya Sendiri?

27 Februari 2012   13:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:52 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_173897" align="aligncenter" width="400" caption="Ilustrasi (KOMPAS.com)"][/caption] Terlihat maraknya aksi premanisme di Indonesia saat ini sebenarnya hanyalah lagu lama yang diputar kembali. Jika saja tidak ada penangkapan Jhon Kei terkait dugaan keterlibatannya dalam sebuah kasus pembunuhan atau penyerbuan di Rumah Duka RSPAD Gatot Subroto Jakarta mungkin wabah premanisme ini tidak akan menjejali media massa sebagai muatan berita. Ya, premanisme dalam berbagai bentuk memang sudah menjadi santapan bagi masyarakat kita sehari-hari. Mulai dari 'pak ogah' atau 'polisi cepek' yang ikut mengatur arus kendaraan di titik-titik kepadatan lalu lintas yang mengharap imbalan dan kadang kala ada juga yang memaksa meminta uang, pengamen dan tukang bersih-bersih di dalam kereta api hingga mereka yang mengaku baru keluar dari penjara dan meminta uang kepada penumpang bus dengan tatapan yang tidak bersahabat. Akan semakin panjang pula daftar itu ketika menyebut segerombolan orang yang profesinya tidak jelas yang selalu berkumpul di pusat keramaian atau terminal angkutan begitu pula dengan keberadaan jasa pengamanan untuk kendaraan angkutan barang. Dan semua bentuk premanisme itu muaranya hanya akan membebani masyarakat sekaligus menciptakan teror serta rasa tidak aman bagi masyarakat. Jika dicari sebabnya tentu saja aksi premanisme ini tak jauh dari motif ekonomi. Dan semakin meruyaknya premanisme di negeri ini salah satu pemicunya adalah adanya pembiaran dari para penegak hukum sendiri, yang bisa jadi karena adanya keuntungan yang dipetik oleh aparat penegak hukum itu baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam beberapa kasus malah terlihat oknum-oknum penegak hukum yang rela melecehkan institusinya sendiri dan mendelegasikan kewenangannya pada para preman. Keberadaan 'pak ogah' atau 'polisi cepek' adalah salah satu contohnya. Di satu sisi memang aksi 'pak ogah' ini memang membantu polisi mengatur arus lalu lintas tetapi jika polisi memang memiliki dedikasi dalam melaksanakan tugasnya tentu saja tidak akan membiarkan pekerjaannya diokupasi oleh orang lain. Apalagi di beberapa tempat ada 'pak ogah' yang mengintimidasi pengendara yang tidak mau memberinya upah atau merusak kendaraan yang pengendaranya tidak menyodorkan receh. Dan ujung-ujungnya, pembiaran terhadap keberadaan 'pak ogah' yang dilakukan polisi ini hanya menjadi beban tambahan bagi masyarakat. Begitu juga dengan jasa pengamanan bagi kendaraan angkutan barang, terutama di jalur pantura Pulau Jawa dan di beberapa tempat di Pulau Sumatera. Seharusnya menciptakan keamanan bagi masyarakat di semua lapisan itu adalah tugas polisi, namun di sini terlihat polisi tidak lagi berfungsi menjadi pengayom keamanan. Lagi-lagi, masyarakat dalam hal ini para pengusaha serta awak kendaraan angkutan barang itu mau tidak mau harus mengeluarkan biaya tambahan untuk melindungi truk dan muatannya dan membuat meningkatnya biaya distribusi. Aparat kepolisian seharusnya dari awal tidak mentolerir aksi-aksi premanisme seperti itu dan secara terus-menerus melakukan pemberantasan premanisme dalam segala tingkatan. Jika tidak, ketika kekuatan para preman itu semakin menggurita tentu saja aparat kepolisian akan semakin sulit menanggulanginya. Apalagi jika polisi hanya bertindak ketika ada kasus yang mencuat dan tidak ada ketegasan dalam penegakan hukum maka bisa jadi akhirnya para premanlah yang akan menjadi pengendali keamanan masyarakat. Tahun 2008 lalu kepolisian menyatakan perang terhadap premanisme termasuk mencokok dan meminta keterangan dari orang-orang yang dianggap preman bahkan berani menutup markas penyedia jasa keamanan bagi kendaraan angkutan barang meski kabarnya dibekingi oleh tentara. Keberanian dan keberhasilan itu patut dipuji tetapi sayangnya tidak bisa mengurangi aksi premanisme secara besar-besaran. Buktinya saat ini aksi premanisme kembali meresahkan masyarakat lagi. Atau, jangan-jangan ada oknum aparat kepolisian sendiri yang melindungi keberadaan preman dan malah ikut menjadi preman? Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun