Sudah sepekan lebih teror bom buku di Jakarta terjadi dan sampai hari ini belum ada pihak-pihak yang menyatakan bertanggung jawab atau ditangkap oleh aparat keamanan. Densus 88 yang biasanya cepat merespon tindakan terorisme seperti ini nampaknya juga belum berhasil mendapatkan titik terang. Memang sudah ada beberapa sinyalemen yang menyatakan bahwa teror bom ini dilakukan oleh orang-orang lama yang merujuk pada gerakan radikal Islam, seperti yang diungkapkan oleh Arsyad Mbay, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme di berbagai media.
Memang teror bom ini memiliki modus baru yang belum pernah terjadi di Jakarta. Teror bom ini, dijuluki booby trap dikalangan militer, pernah digunakan di konflik Poso beberapa tahun lalu. Seharusnya teror bom ini tidak membawa korban jika polisi bertindak profesional dengan segera mendatangkan tim Gegana ke lokasi bom di Utan Kayu. Dari tayangan video ledakan bom yang mencederai Kompol Dodi Rahmawan itu, kita bisa tahu bahwa bom itu berdaya eksplosif rendah dan tanpa ada logam dan benda mematikan lain yang diisikan di dalamnya serta kekuatannya jauh lebih kecil dari bom-bom yang pernah meledak di Jakarta sebelumnya.
Acaknya para penerima bom juga menimbulkan tanda tanya. Keterkaitan di antara para penerima paket bom itu, Ulil Abshar Abdalla yang aktivis Jamaah Islam Liberal, Kepala Badan Narkotika Nasional Gories Mere, musisi Dhani Ahmad dan Ketua Partai Patriot Japto S. Sumarno juga sulit ditelisik karena mempunyai latar belakang yang berbeda-beda dan tidak saling berhubungan. Jadi sukar sekali bagi aparat keamanan untuk menyelidiki teror bom ini jika didasarkan keterkaitan para penerima paket bom.
Japto S. Sumarno sendiri, sebagai salah seorang penerima paket bom, merasa tidak tahu mengapa bom itu dikirimkan kepadanya. Jika teror bom itu benar dilakukan oleh anggota gerakan radikal Islam tentunya salah sasaran karena ia adalah seorang muslim. Japto, seperti dikutip dari kompas.com mengakui sebagai seorang keturunan Yahudi, tapi ia justru merasa heran jika alasan itu yang dijadikan dasar karena ia tidak bisa menolak takdir menjadi seorang keturunan Yahudi terlebih ia adalah seorang Muslim.
Yang lebih mengherankan bagi Japto adalah ia justru tidak mendapat buku yang ada hubungannya dengan Yahudi. Namun malah Ahmad Dhani yang mendapat buku dengan judul tentang itu, yaitu buku berjudul 'Yahudi Militan'. Ia juga bertanya, mengapa ia mendapat paket bom buku berjudul 'Masih Adakah Keadilan dalam Pancasila' seolah-olah ia dan organisasinya tidak sesuai dengan Pancasila padahal ia dan organisasinya selalu selaras dan sesuai dengan ide Pancasila sebagai dasar negara.
Namun sinyalemen lain dilontarkan oleh Ketua Tim Pembela Muslim (TPM), Mahendradatta yang selama ini banyak mendampingi pelaku terorisme. Ia menyatakan, secara tersirat, bahwa Japto S. Sumarno adalah target utama teror bom itu karena, ia mengutip keterangan dari Japto sendiri, karakteristik bom yang dikirim kepada Japto berbeda dengan lainnya. Bom yang dikirim kepada Japto itu lebih tebal terdiri dari tiga jilid buku dan diisi dengan bahan-bahan yang mematikan jika bom itu meledak, yaitu paku, gotri dan beberapa jenis logam lain. Mahendradatta menambahkan, seperti dikutip dari vivanews.com, jika bom seperti yang meledak di Utan Kayu sama dengan yang dikirimkan kepada Japto, bisa jadi menimbulkan ledakan yang lebih besar dan mematikan.
Ia juga menengarai bahwa bom yang dikirimkan kepada Japto adalah upaya untuk mengadu domba masyarakat. Seperti yang dituturkannya di harian Kompas hari ini, Mahendradatta mencium adanya indikasi untuk membenturkan kelompok nasionalis dan kelompok Islam yang disebut-sebut sebagai kelompok radikal Islam.
Memang, Japto S. Sumarno selain menjadi petinggi Partai Patriot juga merupakan Ketua Umum Pemuda Pancasila (PP) yang merupakan organisasi bercorak nasionalis. Organisasi yang di masa Orde Baru menjadi kepanjangan tangan Partai Golkar ini, anggotanya banyak yang berasal dari 'orang jalanan' dan banyak yang menganggapnya sebagai organisasi yang mewadahi preman-preman di Indonesia. Tentunya bisa dibayangkan karakter anggota-anggota organisasi ini.
Jika sinyalemen yang dilontarkan Mahendradatta benar, maka jika benar-benar terjadi konfrontasi antara Pemuda Pancasila dan organisasi Islam radikal bisa dibayangkan kerusakan yang akan ditimbulkan. Karakter kedua organisasi yang sama-sama keras dan tingginya militansi anggotanya, akan menimbulkan efek yang lebih besar dari bom yang dikirimkan kepada Japto jika benar-benar bertarung. Sungguh beruntung bom itu tidak meledak sehingga tidak ada benturan antara organisasi-organisasi itu.
Jika bom itu meledak di rumah Japto dan melukainya, dan benar-benar terjadi benturan antara Pemuda Pancasila dan organisasi Islam radikal, maka yang paling menderita adalah rakyat. Apalagi kedua-duanya memiliki jaringan yang luas di Indonesia sehingga kerusakan yang akan ditimbulkan pasti besar sekali, belum lagi besarnya korban jiwa yang akan jatuh. Maka kita sangat bersyukur tim Gegana Polri berhasil menjinakan bom di rumah Japto S. Sumarno itu.
Kebenaran sinyalemen dari Mahendradatta ini juga belum pasti. Namun jika didasarkan pada fakta yang ada di lapangan, bisa jadi sinyalemen ini benar adanya. Namun yang bisa membuktikan kebenarannya adalah para pelaku teror bom dan, mungkin, orang-orang atau organisasi yang ada di belakangnya. Masih berkeliarannya para pelaku teror bom menimbulkan kekhawatiran jika mereka mengulangi lagi aksinya. Pihak kepolisian seharusnya lebih responsif dan mendaya-gunakan seluruh kemampuannya agar dapat segera menangkap para pelaku teror.