Keadaan bulan Ramadhan menjadi bulan dimana semua orang muslim berpuasa diseluruh dunia. Membuat suasana selama sebulan menjadi begitu syahdu, membawa atmosfer keshalihan yang ada mudah teresap dan meresap pada kita. Masjid dibulan Ramadhan jauh lebih penuh jamaahnya dibanding bulan-bulan lainnya. Begitu juga aktifitas ibadah lainya, dengan mudah kita temukan. Keadaan tersebut, sebersit mengetuk hati kita untuk melakukannya pula, ikut berlomba-lomba.
Kesemarakkan Ramadhan membuat kita dapat dengan “mudah” melakukannya, karena “teman” sekeliling kita banyak yang menemani kita. Tapi pernahkah kita mencoba meresapi Ramadhan, membawanya melewati Ramadhan. Pernahkah kita mencoba berpuasa pasca Ramadhan? Apalagi menjalankan sunnah Rasul yang melakukan puasa syawal. Dimana mungkin sebagian besar orang melakukan “balas dendam”, tapi kita mencoba melakukan puasa. Sebagian besar dari kita mungkin akan mengatakan, cobaan yang diterima ketika berpuasa bulan syawal jauh lebih hebat dibanding berpuasa di bulan Ramadhan.
Sesuai dengan surat al Baqarah:183, bahwa tujuan dari diperintahkannya berpuasa pada bulan Ramadhan adalah la'allakum tattaquum (agar kamu bertakwa), untuk membentuk manusia yang bertakwa. Ketakwaan itu sesungguhnya adalah salah satu bekal yang akan dibawa untuk 11 bulan setelah Ramadhan. Karena pada 11 bulan ke depan selain Ramadhan jiwa kita cenderung untuk mengalami terkikis karena mengingat suasana 11 bulan ke depan berbeda dibandingkan atmosfer ketika Ramadhan.
Pada Ramadhan kini, jiwa kita di charge, mengisi keshalihan yang terkikis. Layaknya batere, kemampuan bertahan menjaga keshalihan yang sudah didapatkan teruji, mampukah hingga kita kembali bertemu Ramadhan berikutnya untuk merasakan kembali syahdunya charging jiwa kita?
---
Ramadhan adalah bulan penuh kebarakahan, karena didalamnya semua aktifitas ibadah dinilai bertambah berkali-kali lipat, berbonus-bonus. Apalagi jika mengingat, salah satu hadits,
“Dari Abu Hurairah r.a. berkata, bahwa Rasulullah Saw. barsabda, Allah Swt. berfirman, “Setiap amal anak Adam adalah miliknya kecuali puasa. Puasa itu adalah milik-Ku, dan Akulah yang akan memberi pahalanya... "(HR. Bukhari dan Muslim),
bahwa ibadah lain sudah ditetapkan derajat pahalanya, tapi untuk puasa, Allah sendiri yang akan membalasnya, subhanallah. Mengingat hadits ini, tentu seharusnya semakin membuat para pelaku puasa termotivasi melakukan puasa sebaik-baiknya. Karena ketika Allah menyembunyikan ridhaNya dalam setiap kebaikan, maka kebaikan semungil apapun menjadi sangat berharga.
Semoga dengan tersembunyinya balasan yang diberikanAllah kepada kita, menjadi motivasi yang terjaga melakukan kebaikan sekecil apapun untuk menjaga ibadah kita. Bukan sekedar terseret semaraknya Ramadhan, tapi membawa atmosfer Ramadhan terserap pada jiwa hingga terasa di dalam jiwa pada bulan apapun untuk meramadhankan setelah Ramadhan. Semoga, amiin Alluhamma amiin.
Wallahu a'lam bish-shawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H