Tanaman memerlukan unsur hara untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya yang berguna dalam pertumbuhan, perkembangan, kualitas dan kuantitasnya. Unsur hara terbagi menjadi 2 jenis yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro meliputi N, P, K, Ca, Mg, S sedangkan unsur hara mikro meliputi B, Cu, Zn, Fe, Mo, Mn, Cl, Na, Co, Si, Ni. Unsur hara dapat diperoleh dari pupuk, terutama pupuk organik yang aman bagi lingkungan.
Pada dunia pertanian pupuk organik diperlukan untuk memenuhi sumber hara untuk tanaman budidaya. Penggunaan pupuk sudah dilakukan sejak awal manusia mengenal bercocok tanam sekitar 5000 tahun yang lalu. Pupuk organik sudah lama dikenal oleh para petani Indonesia sebelum diterapkannya revolusi hijau. Setelah diterapkannya revolusi hijau, banyak petani lebih menyukai menggunakan pupuk buatan karena praktis dalam pengaplikasiannya. Pupuk buatan bisa berdampak negatif terhadap perkembangan produksi pertanian di Indonesia. Dengan adanya kesadaran para petani terhadap dampak negatif penggunaan pupuk buatan telah membuat para petani beralih dari pertanian konvensional ke pertanian organik. Penggunaan pupuk organik bermanfaat dalam meningkatkan ketersediaan anion-anion utama untuk pertumbuhan tanaman seperti nitrat, fosfat, sulfat borat, dan klorida, meningkatkan ketersediaan hara mikro untuk kebutuhan tanaman dan memperbaiki sifat fisika, kimia, serta biologi tanah.
Pupuk organik adalah pupuk yang terbentuk dari pelapukan sisa -sisa tanaman, hewan, dan manusia. Pupuk organik bisa berbentuk padat dan cair, sumber dari bahan pupuk organik bisa berasal dari tepung tulang limbah rumah tangga seperti tulang ayam dan tulang ikan.
Indonesia memiliki penduduk yang sangat banyak dan hampir setiap hari penduduk Indonesia mengonsumsi daging ayam sebagai lauk pauk makanannya sehingga akan meninggalkan limbah rumah tangga berupa sisa-sisa tulang ayam tersebut. Sisa tulang ayam tersebut dapat menimbulkan masalah karena tidak memiliki nilai ekonomis dan susah terurai sehingga akan mencemari lingkungan. Limbah padat sering sebagai sampah karena tidak memiliki nilai ekonomis dan memberikan dampak negatif terhadap lingkungan terutama akan berdampak pada kesahatan masyarakat sehingga perlu dilakukan penanganan untuk mengolah limbah padat seperti sisa-sisa tulang ayam tersebut, jika ditinjau secara kimiawi limbah tersebut terdiri dari senyawa organik dan senyawa anorganik.
Menurut Retno (2012) secara kimia komposisi utama tulang ayam meliputi kalsium karbonat dan kalsium fosfat. Limbah Tulang ayam dapat dimanfaatkan sebagai tepung tulang yang kaya akan kalsium dan fosfor serta di dalam tulang ayam terkandung sekitar 28,0-56,3% zat anorganik termasuk di dalamnya kalsium dan fosfor.
Pada pupuk organik, untuk meningkatkan kandungan jumlah unsur haranya dapat dilakukan peningkatan kadar unsur hara dalam pupuk dengan cara penambahan tepung tulang ayam. Menurut Capah (2006) bahwa komposisi tulang bervariasi tergantung pada umur hewan, status, dan kondisi makanannya. Komposisi kimia utama tulang normal adalah 45% kadar air, 10% lemak, 20% protein, dan 25% abu. Tulang ayam memiliki kandungan senyawa organik berupa protein dan polisakarida, serta memiliki kandungan senyawa anorganik berupa garam-garam fosfat dan karbonat.
Menurut Sulastri (2002) konsentrasi Na plasma pada tulang sebesar 341,24 mg/100 mL dan 0,10% BK sedangkan K plasma pada tulang sebesar 0,22% BK dan 83,03 mg/100 mL. Menurut Sutejo (1990) bahwa pupuk tepung tulang mengandung 10% N, 2,1% P (5% P2O5) dan K 1%. Asam fosfat atau yang biasa disebut asam orthophospat dengan rumus kimia H3PO4 merupakan asam berbasa tiga deret garam, yaitu orthophospat primer misal NaH2PO4, orthophospat sekunder misal Na2HPO4, dan orthophospat tersier misal Na3PO4 (Vogel, 1979). Tepung tulang ayam dapat meningkatkan kandungan hara N, P, K pada sumber hara tanaman sehingga tepung tulang ayam dapat bermanfaat dijadikan sebagai sumber hara alternatif serta mengurangi pencemaran lingkungan.
Sumber:
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/al-kimia/article/download/1682/1650