Mohon tunggu...
Alfa Alfi Aunillah
Alfa Alfi Aunillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Gemar membaca dan terus belajar untuk menulis dengan baik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mitos dan Logos dalam Budaya Media Sosial

7 Januari 2025   06:15 Diperbarui: 7 Januari 2025   06:07 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mitos dapat diartikan sebagai sebuah fenomena, peristiwa, keyakinan terhadap sesuatu yang kebenarannya tidak bisa dibuktikan karena landasannya bukan rasionalitas. Terutama di era teknologi yang berkembang sangat cepat di masa ini. Informasi bukan hanya dari bentuk lisan maupun tertulis. Namun, lewat media sosial juga yang memungkinkan penyebaran informasi secara cepat dan aktual. Akan tetapi, tidak semua informasi dapat dibuktikan kebenarannya.

Berbeda dengan logos yang lebih menekankan pada logika dan rasionalitas. Sifatnya lebih dapat dipertanggungjawabkan baik soal peristiwa, fenomena, atau keyakinan terhadap suatu hal.  Logos berkaitan dengan mempertanyakan kembali informasi yang didapat dan bukan menerimanya secara mentah tanpa diolah dan dicari tahu kebenarannya. Mengingat zaman sekarang informasi menyebar dengan cepat dan masif, mitos seringkali lebih mudah diterima bahkan mengesampingkan unsur logosnya.

Mitos yang berkembang di media sosial di antaranya seperti informasi soal kesehatan, produk kecantikan, berita tokoh masyarakat, dan sekedar foto yang diberi caption secara asal. Masyarakat digital cenderung mengonsumsi tersebut dan langsung mempercayainya tanpa mau memverifikasi.  Jika kita melihat komentar-komentar pada media sosial tentang suatu topik yang bertentangan dengan diri seseorang, maka akan cenderung langsung ada pertentangan. Padahal, bijak dalam bermedia sosial diperlukan dengan memastikan informasi-informasi seperti demikian.

Alasan mengapa hal ini menjadi sesuatu yang harus diperhatikan salah satunya karena mayoritas masyarakat Indonesia mengakses informasi lewat media sosial. Di mana terdapat survei oleh Kadata Insight Center (KIC) pada tahun 2021 terhadap 10 ribu responden. Hasilnya menunjukkan sebanyak 73% mengandalkan media sosial untuk mengakses informasi dan sisanya melalui televisi, berita daring, dan situs pemerintah. Tentu ini hal yang sangat memprihatinkan mengingat media sosial memiliki beragam informasi yang sifatnya cenderung kurang atau bahkan tidak faktual.

Bila membandingkan dampak mitos dan logos pada seseorang, tentu hal yang cukup beralasan mengapa mitos cenderung lebih mudah diterima. Dalam mitos terdapat solusi instan yang ditawarkan dan sangat menggugah seseorang. Terutama manusia selalau punya ekspektasi-ekspektasi akan segala sesuatu yang kadang tidak bisa dipenuhi oleh realita.

Berbeda dengan logos yang memerlukan pemahaman lebih. Seringnya ada waktu yang dihabiskan untuk memahami, mencerna, dan menerima informasi. Orang-orang menganggap ini sebagai hal yang kelewat rumit dan memusingkan. Padahal, dari logos manusia dapat lebih tepat sasaran dalam penerimaan infromasi serta tidak terjadi  kesalahan pada implementasi sesuatu.

Berita yang memiliki kondisi emosional kuat atau seperti kemarahan dan rasa takut  akan diterima jika orang tersebut sudah memiliki pandangan yang sejalan. Penerimaan terhadap informasi tersebut kadang kala bergantung pada kondisi emosional atau kepercayaan pribadi. Apabila suatu informasi sesuai dengan pandangan mereka maka cenderung akan diterima.

Sifat mitos yang terbilang menarik, sederhana, dan mudah dipahami jelas sekali berbeda dengan logos. Logos lebih bersifat kritis dan memiliki bukti yang kuat. Hal itulah yang menyebabkan logos kurang diterima. Bahkan sekalipun koreksi dan informasi faktual telah menyebar, apabila pandangan individu terlalu kuat dan berkutat pada yang sesuai dengan prinsipnya maka cenderung ada penolakan keras.

Umumnya terdapat penolakan terhadap informasi faktual apabila bertentangan dengan pandangan pribadi. Saat individu mengalami bias konfirmasi walaupun datang dari sumber yang akurat sekalipun tidak akan ada artinya. Hal ini karena individu tersebut terlalu memiliki pandangan kuat akan sesuatu. Sehingga informasi yang bertentangan dengan keyakinanya akan ditolak.

Karena suatu unsur mitos yang menarik maka penyebarannya pun terbilang cepat. Mudah sekali untuk membagikan informasi karena alasan kesesuaian diri atau kecocokan dengan kondisi emosional. Masyarakat lupa bahwa salah satu etika dalam bermedia sosial adalah tidak mudah menyebarkan suatu informasi tanpa memastikan kredibilitasnya terlebih dahulu. Akhirnya, hal ini berakhir dengan hoax atau berita palsu. Jika sudah seperti ini akan banyak sekali pihak yang mengalami kerugian.

Kerugian ini tidak hanya ditanggung oleh subjek yang dibahas pada suatu informasi namun diri sendiri. Kecenderungan untuk salah berpikir menyebabkan seseorang dapat mengambil tindakan yang salah atau kurang selayaknya. Bahkan informasi yang didapat individu juga memiliki kecenderungan dibagikan lewat mulut ke mulut. Tentu hal ini berdampak negatif bila langsung dipercaya. Di sisi lain hal ini juga menunjukkan kurangnya seorang individu untuk berpikir kritis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun