Mohon tunggu...
Syahdan Adhyasta
Syahdan Adhyasta Mohon Tunggu... Administrasi - Profil

Hidup ini bagaikan sebuah lautan, dan kitalah nelayan yang sedang mengarunginya.. Sejauh apapun kita melaut, pasti akan ada masa dimana kita harus kembali ke daratan tempat kita berasal.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Para Pencari Pelukan

1 Oktober 2016   10:24 Diperbarui: 1 Oktober 2016   10:47 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: reuters.com

Ia membuka matanya perlahan.

Terbangun dari mabuknya semalam dan menemukan dirinya tertidur di bangku taman. Ia memperbaiki rambut ikal panjangnya yang terikat dengan karet rambut murahan miliknya. Ia mengecek tas merah jambu miliknya yang retsletingnya sudah mulai soak dan tidak menutup dengan sempurna. Ia menepuk-nepuknya perlahan, menyingkirkan debu dan kerikil yang menempel di salah satu sisinya. Diperiksanya isi di dalamnya, walaupun ia tahu tak ada apa-apa di dalamnya, selain lipstik merah menyala dan pemoles pipi yang merupakan modal baginya setiap malam.

Menjajakan diri...

Mencari lelaki hidung belang berdompet tebal yang sedang kesepian.

Diaduknya keranjang sampah yang ada di dekatnya. Jika beruntung, ia bisa mendapat sebungkus roti sisa yang masih segar, yang lumayan untuk menghemat uang makannya pagi ini. Namun sayang, nampaknya belum ada pengunjung taman yang berkeliaran di pagi ini.

Ia pun berjalan gontai dengan pusing yang masih tersisa dari mabuknya semalam. Ia tak tahu kemana ia akan pergi hari ini. Tanpa tahu dengan lelaki mana, ia akan memberikan pelukannya.

 ***

 Sepanjang hari, ia duduk di sebuah tangga sebuah toko yang tak lagi terbuka. Dengan pandangan kosong, tanpa tahu apa yang dipikirkannya, ia melihat ke penjuru kota. Sekali dua kali orang menatapnya, mungkin penasaran dengan apa yang dilakukannya.  Ia tidak menjawab tatapan itu.

Ia sangat suka memandangi hidup orang lain. Terlebih sebuah keluarga yang sedang berjalan-jalan. Kadang ia membayangkan bagaimana memiliki orangtua dan keluarga hangat seperti itu. Kadang ia memimpikan betapa nikmat memiliki suami yang mau melindunginya, tinggal di rumah sederhana dan dua anak lincah di dalamnya. Ia tersenyum-senyum sendiri membayangkan itu semua.

Bermimpi adalah satu-satunya hiburan baginya.

Ia mendekat ke sebuah toko pakaian. Di depan terdapat sebuah etalase dari kaca yang memajang barang-barang yang mereka jual. Di sana ada baju putih bagus sekali dengan renda-renda penuh bunga di bagian pinggir-pinggirnya. Ia membayangkan betapa cantik dirinya jika menggunakan itu, pergi berpesta dengan teman-temannya. Ada pula tas kulit warna krem menyala dengan rantai kekuningan, yang membuatnya kegirangan saat melihatnya. Pasti orang-orang akan iri dengannya jika ia memakai tas itu berjalan-jalan. Selama hampir satu jam ia terlena dalam lamunannya, tak peduli bagaimana orang-orang lalu lalang memperhatikannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun