Kami yang telah lelah, melepas penat di Pantai Kertas sepagi tadi, akhirnya memutuskan untuk pulang. Ah, entah dari mana energi anak-anak itu, mereka masih saja girang dan bercanda saling menggelitik, seolah lelarian selama berjam-jam tadi tak dirasakan oleh mereka.
“Bagus kan, Pak? Pantainya…” tanya Puji sambil menunjukkan wajah senyumnya.
Aku mengeryitkan dahiku. Berpura-pura berpikir keras. Wajah Puji dan Tri seketika ikut serius melihat ekspresi wajah ‘pura-pura’ berpikirku. Aku tersenyum.
“Iya… Bagus. Bagus banget malah. Bapak belum pernah melihat pantai sebagus itu.” Kataku menghibur mereka.
“YESS!” Entah apa pasal mereka begitu kegirangan mendengar jawabanku. Sepertinya mereka puas sekali bisa menunjukkan keindahan pantai itu kepadaku. Aku hanya tersenyum tipis melihat kelakuan keduanya.
Dari kejauhan tetiba sesosok bayangan tertangkap oleh pandangan mataku. Sepertinya itu Kang Asep, tetangga Pak Rahmad sedang berlarian menuju kemari.
“Kang Cahyaaaa…” teriaknya dari jauh.
“Oi Kang Asep!” jawabku.
“Aya nu neangan…” Entah apa yang dikatakan Kang Asep, aku tak bisa menangkap perkataannya dengan jelas.
“Naon Kang?” kataku.
Kang Asep tidak menjawab, dan ketika jarak kami tinggal beberapa meter, ia baru menjawab.