Di sekitaran dunia ini aku berjalan tanpa arah. Berharap seseorang akan memanggil namaku, tersenyum kepadaku dan menepuk bahuku ketika aku sedang terasing. Aku melihat kembali ke arah kaca tipis yang ada di depanku. Sebuah kafe penuh dengan tawa canda di dalamnya. Terlihat keluarga tertawa begitu bahagia, saling menyuap satu sama lain ataupun saling menggoda atas apa yang terjadi hari ini. Dan aku hanya bisa melihat bayang-bayang itu di balik kaca tipis ini, tanpa berani untuk masuk mengusiknya.
Di sekitaran dunia ini aku kembali menata mataku. Menjaga agar ia tidak lagi melihat hal yang seharusnya kulihat. Aku tidak seharusnya melihat kebahagiaan di dunia ini, karena itu hanya akan membuatku menangis karena tidak bisa memiliki apa yang orang lain miliki. Bukan, iya bukan. Aku sudah menyadari bahwa kebahagian bukanlah kata yang tepat untukku.
Aku berjalan
berjalan
berjalan, dan tak ada yang mengenalku.
Aku berlari,
berlari
berlari dan tak ada yang menghentikanku.
Tak ada sapa, hanya sebuah tatapan yang seolah mengatakan ada apa dengan orang ini. Apakah ia sudah gila? Apakah ia sedang terluka? Apa ia memiliki keluarga? Untuk apa ia hidup jika ia terus berjalan dan berlari tanpa arah?
Aku kembali menenangkan diri. Tak apa sendiri. Tak apa sepi, karena sebentar lagi kamu akan mati. Meski jauh di dalam hati, aku tak bisa membohongi diri bahwa aku ingin menemukan kebahagiaan seperti orang-orang lainnya. Tapi dalam hati yang sama, aku mengatakan aku tidak pantas untuk bahagia. Sebuah pertempuran pikiran yang tak ada hentinya.
Aku hanya ingin berjalan malam ini.