Mohon tunggu...
Syahdan Adhyasta
Syahdan Adhyasta Mohon Tunggu... Administrasi - Profil

Hidup ini bagaikan sebuah lautan, dan kitalah nelayan yang sedang mengarunginya.. Sejauh apapun kita melaut, pasti akan ada masa dimana kita harus kembali ke daratan tempat kita berasal.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berhenti Menulis

19 November 2019   10:00 Diperbarui: 19 November 2019   10:03 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku memikirkan berkali-kali untuk menghentikan kebiasaanku menulis. Istriku sudah berkali-kali mengingatkan, tak ada guna mempertahankan hobi untuk menuliskan sebuah fiksi yang akan menjadi hiburan saja, namun tak sanggup untuk mengepulkan asap di dapur. Sebenarnya dia cukup sabar menghadapi suaminya yang tak pernah memberikan perut kenyang bagi dirinya. Apalagi beberapa minggu lalu, kami mendapatkan kabar gembira, yang entah mana aku merasa juga sedikit sedih mendengarnya. Kami akan memiliki anak. 

Dua tahun lalu kami menikah, dan kami sengaja menunda untuk memiliki anak. Aku masih muda, dan dia masih muda. Umur kami baru 21 tahun ketika kami menikah. Menjalani kerja seadanya sambil melanjutkan kuliah kami. Orangtua kami sempat menentang keputusan kami. Namun, dengan meyakinkan bahwa rejeki ada di tangan Tuhan, kami pun menikah secara sederhana di KUA tanpa ada resepsi ataupun pesta mewah. Kami hanya mengundang tetangga dengan suguhan yang sederhana saja.

Menulis bagiku adalah sebuah kenikmatan dari menjalani kehidupan. Aku tidak berkata bahwa aku berbakat dalam menulis. Aku hanya menyukainya, itu saja. Beberapa naskah novel telah kurampungkan dan telah kucoba kukirimkan ke berbagai media cetak maupun penerbit. Jawabannya sama, kurang menarik. Di era dimana buku menjadi barang yang mulai ditinggalkan, penerbit sekarang lebih berhati-hati dalam memilih naskah yang akan dirilisnya. Kebanyakan naskah yang diterima saat ini adalah novel dengan genre metropop atau cinta-cinta ala remaja, jauh dari topik novel yang kuangkat yang lebih ke arah relijius dan kekayaan budaya.

Aku dan istriku bertengkar hebat lantaran hobi menulisku ini. Memilih untuk meninggalkan rumah dan tak kembali sebelum aku memutuskan untuk meninggalkan semuanya.

***

Aku memutuskan untuk mengakhiri semua.
Meninggalkan satu mimpiku demi mengejar mimpi lain yang terlihat lebih nyata

Menjadi seorang suami
Menjadi seorang laki-laki yang bernama ayah 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun