Mohon tunggu...
Syahdan Adhyasta
Syahdan Adhyasta Mohon Tunggu... Administrasi - Profil

Hidup ini bagaikan sebuah lautan, dan kitalah nelayan yang sedang mengarunginya.. Sejauh apapun kita melaut, pasti akan ada masa dimana kita harus kembali ke daratan tempat kita berasal.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Wanita Penyendiri dan Pemuda yang Mencintai (I)

12 September 2014   07:23 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:55 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14104560791562846449

Manakah manusia yang paling menyedihkan di dunia ini
Wanita penyendiri yang tak pernah tahu
bahwa ada lelaki di ujung dunia ini yang mencintainya?

Ataukah seorang lelaki yang tak pernah bisa mengungkapkan isi hatinya
yang hanya bisa diam memendam rasa?
Tak ada yang tahu pasti seperti apa jawabnya.

Itulah kehidupan. Kadang sebuah pilihan tidak selalu menjadi jawaban.
Pun sebuah jawaban kadang muncul tanpa adanya pilihan.
Semua yang ada adalah semu.
Manusia hanya memilih apa yang dianggapnya baik,
tanpa pernah tahu apakah itu jawaban yang terbaik.

***

[caption id="attachment_358637" align="aligncenter" width="700" caption="(gambar dari www.digaleri.com)"][/caption]

Bagian I

Malam kelam.

Kebanyakan manusia mulai tenggelam kedalam dunia mimpinya. Bersandar bantalan busa dan terikat dalam selimut hangatnya masing-masing. Tak banyak lagi aktivitas yang terlihat di sudut kota itu. Semuanya tenang. Hanya terkadang, satu dua mobil beranjangsana melintas memecah keheningan.

Nampak lampu-lampu jalan menyala terang dan menjadi incaran laron-laron yang beterbangan untuk berkumpul riang. Suasana dingin sehabis hujan, menimbulkan suasana yang mistis di kota ini. Biasanya masih ada beberapa penjual nasi goreng maupun bakpao yang berjajar di pinggiran jalan walau malam telah larut. Entah apa pasal, sehingga malam ini mereka semua memilih membenamkan dirinya ke dalam rumahnya masing-masing.

Di sudut jalan di kota ini ini, berdiri sebuah kios kecil. Dengan tembok yang bercat putih yang sedikit kusam karena sudah beberapa tahun tidak dicat ulang oleh pemiliknya. Terdapat plang dari seng terpampang disana. Papan itu dicat seadanya dan ditulis dengan tulisan yang boleh dibilang tidak terlalu rapi, yang berbunyi “Menerima Servis dan Menjual Perlengkapan Komputer”.

Kios yang berukuran sekitar 5x6 meter itu terdiri dari 3 ruangan. Ruangan yang pertama terletak di bagian depan. Ruangan itu digunakan untuk menerima pelanggan dan menjual perlengkapan-perlengkapan. Ada 2 buah lemari display memanjang disana, terbuat dari kaca bening sehingga terlihat apa yang hendak dijajakan. Ruangan kedua adalah kamar mandi, tidak perlu kuceritakan seperti apa. Sedangkan ruangan yang ketiga adalah sebuah kamar kecil tempat sang pemilik kios beristirahat dan mengerjakan pesanan servis komputer dari pelanggan.

Malam ini, sang pemilik kios masih tetap terjaga dalam kesibukannya. Ia masih saja mengotak-atik CPU milik pegawai Pemda yang telah rusak beberapa hari yang lalu. Entah apa kerusakan yang terjadi pada CPU itu sehingga data-data penting yang tersimpan di dalamnya hilang tanpa berpamitan terlebih dahulu.

“Kalo sempet pamitan kan, pasti saya back up dulu” ujar pegawai Pemda. Pemuda pemilik kios hanya tersenyum mengingatnya.

Dibuka-bukanya lagi buku komputer yang dimilikinya. Dibaca satu persatu dengan seksama berharap akan ada jawaban untuk memperbaikinya. Ah nihil, CPU itu memang sudah tidak dapat lagi digunakan. Kerusakan yang terjadi sudah sedemikian parahnya hingga ia tak dapat lagi kembali seperti kondisinya yang lama. Beberapa jam yang lalu ia telah mengatakan hal itu kepada sang pelanggan. Tapi sang pelanggan, menghiba, meminta bantuan kepada pemuda itu.

Besok akan ada pemeriksaan keuangan, kalo sampai data-datanya tak lagi terselamatkan, maka habis sudah karir saya.”

Seraya menghela napas panjang sang pemuda pun menyanggupinya.

“Saya ndak janji bisa memperbaikinya, tapi minimal akan saya coba selamatkan data-data yang ada.”

Walaupun kios yang dimilikinya kecil, namun jangan salah, banyak sekali pelanggan  yang mengantri untuk menerima jasa servis komputer dari pemuda itu. Sudah ada 3 karyawan yang bekerja membantunya. Satu orang bertugas menjaga kios dan dua orang lainnya membantu hal-hal teknis lainnya.

Untuk pekerjaan-pekerjaan yang rumit, dia tak pernah menyerahkannya kepada karyawannya. Ia sendiri yang turun tangan untuk mengerjakannya. Tak banyak yang tahu bahwa dia sama sekali tidak memiliki basis pendidikan komputer. Satu-satunya jurusan kuliah yang pernah ia tempuh adalah teknik kelautan, itu pun ia di DO setelah dua tahun berjuang dengan IP NASAKOM nya (Nasib Satu Koma). Ia memang tak pernah benar-benar tertarik dengan jurusan kuliah yang ‘salah’ diambilnya itu. Ia lebih suka mempelajari secara otodidak mekanisme hardware komputer dari buku maupun dari teman-teman yang dikenalnya.

Akhirnya setelah DO, ia memutuskan untuk berhijrah ke kota ini dan membuka usaha kecil-kecilan di bidang komputer ini. Awalnya ia mencoba bekerja sama dengan Pemerintah Daerah setempat sebagai supplier untuk pengadaan barang berupa perlengkapan komputer. Hingga akhirnya ia pun memutuskan untuk berani mencoba menerima tawaran servis dan maintenance komputer. Perlahan ia mulai dikenal oleh orang-orang pemerintah di kota itu. Ia pun mulai menerima tawaran-tawaran pekerjaan sampingan yang lain seperti pemasangan AC dan CCTV. Tentu saja pada awalnya ia asing dengan pekerjaan-pekerjaan seperti itu, tapi sifatnya yang ulet dan mau belajar membuat ia menjadi mahir dan semakin dipercaya oleh orang.

Malam semakin kelam.

Tetes tetes embun sehabis hujan masih dapat dirasakan. Sang pemuda membuka jendela kiosnya sejenak. Menghirup udara bercampur bau tanah yang khas terbawa angin malam. Berharap ia menemukan jawaban sebelum esok hari datang menjelang…

Dan…

Di kota yang sama… di malam yang sama…

Seorang wanita berparas manis, tenggelam dalam lamunannya. Menatap bulan yang telah terang di tengah kerumunan mendung yang hitam. Wajah manisnya terkurung dalam kesedihan. Hingga perlahan air matanya menetes…

Seperti hujan…

Lanjutan… Hari Sabtu :D

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun