Suara itu bergemuruh. berteriak leluasa dilangit yang gelap. Adakah wahyu yang bakal turun bersamaan hikmah? Ataukah risalah-risalah kesunyian yang bakal dinyanyikan oleh Jibril?
Malam ini rembulan terlihat sejuk di pelupuk yang basah. Namun hati begitu tandus sebagaimana sahara. Mungkinkah rindu bakal menjadi budak-budak belaka yang tak pernah patuh pada Tuannya. Ataukah bakal menjadi aroma dupa di sudut-sudut rumah suci sang Tuhan dan teriring nyanyian kepergian?
Rupanya begitu kentara diwujud khayal. Senyumnya mengais seluruh ruh dan hanya menyisakan gairah sapa. Siapakah yang bakal bertanggungjawab atasnya? Ataukah ia syarat penebusan dosa yang aku pikul?
Bakal aku jadikan rindu itu sebagai nasihat. Dan aku jadikan tempat terakhirku untuk pulang. Begitulah bijak apa segala tujuanku. Namun akankah Tuhan berbisik dengan takdir-takdirnya?Â
Bukankah gemintang yang dirinya pun berkemilau masih menepi di pundak rembulan? Sebagaimana diriku, apakah aku bakal beristirahat di ruang sunyi tanpa cahaya? Ataukah dengan kerelaannya hembusan angin yang bakal memeluk kedinginan itu?
Malam ini tiada suara yang dapat aku tangkap kecuali rasa yang merubah pengap dan rindu bertumpu dibilik hati yang tak hendak menyatu.Â
#Jember, 27072023_2119
cat:Â penulis sajak ke 7 tentang tangisan rindu ghazel. Episode sebelumnya tersimpan pribadi di buku catatan penulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H