Anak adalah anugerah terindah, apabila diilhami dari sisi lembar putih dan cahaya surga ketika ia dilahirkan ke dunia. Anak adalah malaikat kecil yang dapat tidak bertaqwa pada kehidupan apabila seseorang salah menuntunnya. Mengutip pandangan tabula rasa dari John Locke yang membela keberadaan anak yaitu bahwa anak-anak secara lahiriah tidak buruk, tetapi sebaliknya mereka seperti selembar kertas kosong. Oleh karena itu, pengalaman masa anak-anak penting dalam menentukan karakteristik kedewasaannya kelak.
Berdasarkan pengilhaman pandangan tabula rasa, apakah yang akan kita perbuat untuk malaikat kecil tersebut menghadapi hidupnya? Sebagai seseorang yang lebih dewasa, atau sebagai orang tua anak, ataupun sebagai guru anak, kita tentunya berharap dapat menggoreskan warna-warna pada lembar kosong diri anak hingga menghasilkan lukisan indah.
Menghadapi hidup bukan sebuah kalimat tak bermakna dan bukan pula perjalanan mudah. No live without problem. Mungkin itulah segelintir kalimat gaul untuk menggambarkan perjalanan hidup. Ya, hidup bukan tidak sama sekali ada masalah. Masalah bukan untuk dihindari, namun dihadapi. Nah, kemudian bagaimana menjadikan anak, malaikat kecil kita seorang sosok yang mampu menghadapi hidup dengan segala permasalahannya?
Anak yang dapat menghadapi permasalahan hidupnya adalah anak problem solver. Problem solver merupakan proses mental kognitif tingkat tinggi untuk menemukan dan membentuk pemecahan suatu masalah. Problem solver juga merupakan strategi pembelajaran yang digunakan dengan memberikan masalah kepada anak untuk dapat dipecahkan secara logis dan rasional dengan melibatkan proses mental dan intelektual sehingga masalah dapat dipecahkan secara tepat dan cermat.
Pembentukan anak menjadi problem solver, dapat dilakukan melalui pendidikan dan pengasuhan yang dalam prosesnya tidak hanya melibatkan proses mental, namun juga intelektual. Oleh karena itu, menjadikan anak problem solver tidak hanya membutuhkan pengetahuan yang luas, namun juga membutuhkan sikap kritis dan kreatif anak dalam merangkai dan menggunakan pemikirannya secara logis dan rasional sehingga menuju pada pemecahan masalah yang tuntas.
Pada dasarnya setiap manusia terlahir alamiah dengan kemampuan berpikir. Namun, tidak sedikit dari manusia yang setelah dilahirkan, kemampuan berpikirnya tidak diasah dan dieksplor dengan baik sehingga tidak tanggap terhadap keadaan sekitar. Kemampuan berpikir sejak masa anak-anak perlu mendapat sentuhan dini yang tepat agar mengarah pada pemikiran kritis dan kreatif.
Berpikir kritis dapat diartikan dengan berpikir cepat, aktif, dan tanggap secara logis dan rasional untuk mendapatkan informasi yang dilanjutkan dalam tindakan nyata. Kondisi kognitif anak dan kemampuan belajar yang baik dapat membangun pikiran anak yang kritis dan aktif. Jadi, menjadikan anak kritis dapat ditempuh dengan jalan pendidikan dan pembelajaran. Anak juga perlu diberikan kesempatan berpikir seluas-luasnya dan mendapatkan umpan balik agar dapat membedakan fakta dan opini dari pengetahuan yang didapatnya. Namun, pengetahuan tidak semata-mata diberikan untuk menyulap anak menjadi kritis, namun diperlukan juga pengajaran sifat, sikap, nilai dan karakter yang menunjang anak untuk dapat berpikir kritis.
Pengasuhan yang tidak boleh ketinggalan dalam menjadikan malaikat kecil kita tangguh terhadap hidupnya yaitu berpikir kreatif. Kreatif dapat dikaitkan dengan daya cipta. Anak kreatif adalah anak yang dapat memandang sesuatu hal dari banyak sisi yang kebanyakan anak lain tidak sampai melihat sisi tersebut. Anak kreatifcenderung berpikir berbeda dengan anak lain, sehingga memiliki penciptaan yang berbeda pula dalam karya dan pemikirannya.
Langkah menjadikan anak kreatif yaitu melalui pola pengasuhan yang tepat dan sentuhan yang positif. Berikanlah tempat untuk anak menyalurkan kreativitasnya selagi pada batas yang positif dan sering-seringlah mengajak anak berkomunikasi mengemukakan gagasannya. Sentuhlah anak dengan memberikan penghargaan atau pujian agar anak merasa dipercaya, diperhatikan, dilindungi sehingga menimbulkan motivasi untuk mengemukakan gagasan-gagasan kreatifnya.
Anak-anak adalah manusia berbeda dengan orang dewasa. Mereka bagaikan malaikat kecil yang polos yang perlu kita tuntun menghadapi hidupnya. Namun, bukan berarti kita terus menuntunnya, akan tetapi sebagai seorang yang lebih dewasa dapat memberikan pola pengasuhan dan pembelajaran yang tepat agar anak dapat tanggap, kritis, kreatif hingga dapat memecahkan masalah dengan tepat dan penuh kebermanfaatan.
Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa menjadikan anak kritis dan kreatif adalah melalui pengasuhan dan sentuhan yang tepat. Anak kritis adalah anak yang tanggap dalam mengeksplor pengetahuannya. Anak kritis perlu diberikan keleluasaan dan penghargaan sehingga termotivasi untuk mengemukakan ide-ide kreatif. Jika anak telah terbentuk menjadi kritis dan kreatif, maka bukan tidak mungkin ia dapat memecahkan masalah dalam hidupnya melalui keaktifan berpikir dan gagasan-gagasan kreatifnya. Tuntunlah malaikat kecil itu menghadapi hidup, lalu lepas dan bebaskan ia ketika telah diberi bekal hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H