"Mari berpikir, kerjakan sesuai apa yang kamu pikirkan, bagaimana pendapatmu, dan selesaikan masalah ini!" Sepertinya kalimat-kalimat tersebut seringkali didengar telinga kita bahkan kita alami sendiri. Pada kalimat-kalimat tersebut, tentunya kita bersama setuju bahwa kegiatan-kegiatan tersebut membutuhkan aktivitas berpikir yang melibatkan otak. Bagaimana tidak, otak merupakan pusat syaraf yang mengkoordinasikan sinyal-sinyal rangsangan untuk mendapatkan informasi dan pemahaman. Dengan demikian, melalui otaklah seseorang berpikir. Namun, apakah berpikir itu? Bagaimana mengaktifkan otak untuk berpikir? Apakah berpikir hanya dilakukan satu arah? Berpikir merupakan salah satu aktivitas mental yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Berpikir merupakan usaha sadar seseorang dalam menelaah informasi dan mengeksplor pengalaman yang dimiliki untuk mencapai tujuan tertentu, seperti pemahaman, pengambilan keputusan, memecahkan masalah, dan sebagainya. Berpikir selalu mengiringi tindakan seseorang dalam hidupnya. Namun, lebih dari itu bagaimana aktivitas berpikir selalu dapat terkoordinasi, terarah, tanggap sehingga dapat berpikir kritis. Ya, berpikir kritis merupakan aktivitas berpikir yang urgent untuk dikembangkan agar seseorang tanggap terhadap keadaan sekitar yang mengarah pada kreativitas dalam pemecahan masalah. Menjadikan seseorang berpikir kritis, kreatif dan problem solver merupakan salah satu tugas yang diemban lembaga pendidikan. Hal tersebut juga sesuai dengan apa yang tertera pada Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003. Pendidikan yang menjadikan anak didik kritis, kreatif dan problem solver tentunya akan sangat penting guna memberikan bekal kepada anak didik dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup serta menanamkan kebiasaan berpikir tingkat tinggi. Berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir dengan proses terarah dan jelas untuk melakukan kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, menganalisis, dan sebagainya. Sedangkan berpikir kreatif merupakan kegiatan mental yang memupuk ide-ide asli dan pemahaman baru. Melalui pendidikan berpikir kritis, maka akan membawa kemampuan anak dalam mempelajari masalah secara sistematis, menghadapi berbagai tantangan, dengan terorganisasi, inovatif dan merancang solusi permasalahan. Guru sebagai pendidik hendaknya dapat memilih metode yang tepat untuk menjadikan anak didiknya dapat berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis di Sekolah Dasar (SD), dapat dilakukan melalui langkah-langkah kecil melalui proses pembelajaran yang menyenangkan, memberikan kesempatan berpikir kepada anak agar dapat membedakan fakta dan opininya hingga dapat memberikan kesimpulan. Kegiatan pembelajaran sebaiknya lebih menekankan pada aktivitas anak didik sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator. Hal yang penting selanjutnya yaitu guru perlu memperbanyak umpan balik terhadap stimulus sehingga anak didik dapat meresponnya. Aktivitas berpikir kritis akan mengarah pada kreativitas berpikir hingga akhirnya dapat mencari alternatif dalam menyelesaikan masalah. Pada dasarnya, setiap anak didik memiliki kreativitas pada tingkatan berbeda. Kreativitas anak harus diasah dan disalurkan agar berkembang pada tempatnya. Dengan demikian, guru sudah sebijaknya dapat mengidentifikasi potensi anak didiknya dan menemukan cara penyaluran yang tepat dan positif. Selanjutnya, guru perlu memberikan kesempatan bebas kepada anak didik untuk melakukan hal-hal yang disukainya. Hal penting selanjutnya dalam mendidik anak menjadi kreatif yaitu memberikan penghargaan kepada anak agar anak merasa dipercaya, diperhatikan, dilindungi sehingga mereka dorongan kuat mengemukakan gagasan-gagasan kreatifnya. Problem solver masih berkait pada tugas lembaga pendidikan yang menjadikan anak kritis dan kreatif. Problem solver merupakan proses mental kognitif tingkat tinggi untuk menemukan dan membentuk pemecahan suatu masalah. Terdapat beberapa cara untuk membantu anak menjadi problem solver antara lain mengarahkan dan melatih anak didik untuk menghadapi masalah baik pribadi maupun kelompok untuk dipecahkan sendiri yang nantinya pengalaman yang dimilikinya tersebut dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Pendidikan yang menjadikan anak kritis, kreatif dan problem solver, dapat diujudkan menggunakan metode yang tepat dan mengacu pada teori Hemisphere. Teori Hemisphere adalah teori yang mengemukakan tentang belahan otak kanan dan kiri. Belahan otak kiri berperan dalam kegiatan motorik yang berhubungan dengan logika, analisa, bahasa, dan sebagainya. Belahan otak kanan berfungsi dalam hal berkreativitas. Hemisphere kiri seringkali lebih aktif daripada hemisphere kanan. Padahal hemisphere kanan aktif dalam berkreasi dan memberikan apresiasi terhadap seni dan musik yang menyenangkan. Maka dari itu, kedua belahan otak penting yang artinya harus diberfungsikan secara seimbang ketika melakukan tindakan dan berpikir. Proses pembelajaran yang dapat menyeimbangkan otak dapat ditempuh inovatif dengan cara membuat proses pembelajaran yang menyenangkan melalui seni, musik, dan olahraga. Dengan demikian, otak terangsang dalam dunia kesenangan, nyaman hingga menjadikan relax. Dalam keadaan relax, koneksi atau hubungan antara kedua belahan otak akan lebih cepat dan dalam keadaan senang pula anak akan lebih mudah menerima materi kegiatan pembelajaran dari guru. Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan yang menjadikan anak kritis, kreatif dan problem solver dilakukan melalui proses pembelajaran yang menggunakan metode tepat dan memfokuskan pada aktivitas anak didik. Aktivitas berpikir kritis, kreatif dan problem solver membutuhkan penyeimbangan otak kanan dan kiri yang dapat diujudkan dengan pembelajaran melalui seni, musik dan olahraga yang menjadikan kondisi relax.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H