Akhir bulan Agustus lalu Ketua Organisasi Komite Nasional Papua dan Papua Barat (KNPB) Pusat, Victor Yeimo ditangkap di bandara Sentani sekitar Pukul 08.00 WIT. Ditangkapnya Ketua KNPB Pusat ini berawal dari laporan ibu Anita Kenelek (38) yang mengaku anaknya yang masih berusia dibawah umur telah dibawa lari oleh Victor Yeimo ketika akan berangkat menuju Mamberamo.
Dari hasil penangkapan yang dilakukan oleh petugas keamanan Mapolsek KP3 Bandara dihasilkan kesepakatan bahwasanya kasus ini akan diselesaikan secara kekeluargaan namun dengan denda adat yang telah ditentukan oleh pihak korban.
Adapun hasil kesepakatan tersebut, bahwa pihak keluarga Ibu Anita Kanelak yang tidak menerima tindakan dan cara yang dilakukan oleh Sdr. Victor Yeimo meminta pelaku untuk membayar denda adat sebesar 25 juta rupiah dan membuat surat pernyataan karna telah berniat untuk melarikan (menculik) anak dibawah umur.
Denda ini akan dibayar paling lambat 2 minggu setelah kejadian atau tanggal pada 10 September 2015 hari ini oleh pelaku Viktor Yeimo.
Adapun isi surat pernyataan yang dibuat oleh pihak korban dengan tuntutan sebagai berikut :
- Pihak korban dan Viktor Yeimo sepakat menyelesaikan masalah tersebut secara kekeluargaan
- Viktor Yeimo atau yang mewakili akan membayar denda kepada pihak korban sebesar Rp. 25.000.000 (Dua Puluh Lima Juta Rupiah).
- Setelah pembayaran denda ini selesai dibuat, Viktor Yeimo tidak boleh berhubungan lagi, apabila dikemudian hari saudara Viktor Yeimo masih berhubungan, maka Viktor Yeimo bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
- Apabila kedua pihak mengingkari, maka kedua belah pihak siap diproses sesuai dengan hukum.
Namun sangat disayangkan dalam penyelesaian kasus tersebut yang dilaksanakan pada Selasa, 8 September 2015, Viktor Yeimo sebagai pihak kedua (pelaku) tidak hadir, hanya diwakili oleh Edison Gobay seorang mahasiswa yang merupakan rekan kerja Viktor dalam organisasi KNPB.
Ketidakhadiran Viktor Yeimo ini menunjukan kurang bertanggungjawabnya seorang pimpinan dalam suatu organisasi yang selalu membicarakan tentang Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua, namun dalam kasusnya sendiri tidak berani bertanggungjawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H