sumbergambar:Â news.bisnis.com
Tidak perlu kita diperdebatkan lagi bahwa anggota TNI itu dilarang berpolitik. Anggota TNI itu alat negara, bukan alat politik. Apabila seorang anggota TNI ingin berpolitik, maka ia harus mengundurkan diri dari TNI.
Ini semua merupakan logika sederhana yang kita semua sebenarnya sudah memahaminya. Akan tetapi, ternyata masih ada saja perwira yang tergoda untuk berpolitik. Sinyalemen ini disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono baru-baru ini. "Dari informasi yang telah dikonfirmasikan, tentu bukan konfirmasi yang tidak ada nilainya, ada pihak-pihak tertentu yang berusaha memengaruhi para jenderal aktif untuk aktif terlibat politik," kata Presiden dalam pertemuan dengan sekitar 200 perwira tinggi TNI/Polri di Kementerian Pertahanan Jakarta.
Memang betapa mudahnya kita  untuk memahami bahwa tentara itu tidak boleh berpolitik. Sebaimana Keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan uji materi Pasal 260 UU Nomor 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang mengatur hak pilih bagi anggota TNI-Polri dalam Pilpres 2009. Tidak hanya pada Pilpres 2009, TNI-Polri harus tetap netral pada Pilpres 2014 sesuai dengan amanat konstitusi.
Meskipun sudah sangat jelas bahwa anggota TNI dilarang berpolitik, namun ternyata masih ada saja perwira yang tergoda berpolitik. Masih saja ada perwira yang gatal untuk terlibat dalam kegiatan politik praktis. Kita tidak berkepentingan untuk tahu siapa perwira atau jenderal itu. Kita dibocori oleh Presiden tentang adanya perwira yang berpolitik saja sudah prihatin.
Peran TNI dalam politik itu sudah menjadi masa lalu, masa ketika demokrasi di negeri ini diselenggarakan hanya dengan menekankan prosedur. Ketika reformasi bergulir, peran politik tentara disepakati menjadi bagian yang harus direformasi. Dan baru pada hasil pemilihan umum tahun 2004 fraksi TNI di DPR/MPR dihapus. Berpuluh tahun TNI mendapat kursi gratis di DPR tanpa ikut berkompetisi dalam pemilihan umum. Jadi, penghapusan peran politik TNI itu merupakan pencapaian bangsa. TNI dikembalikan ke barak. Reposisi peran itu secara pasti dilakukan untuk TNI. Tidak saja larangan berpolitik, TNI juga tidak boleh berbisnis.
Pencapaian luar biasa ini harus dipertahankan. Demokrasi yang kini memasuki substansi ini jangan dikotori dengan ulah segelintir oknum yang tetap memiliki syahwat politik. TNI silakan kembali ke barak. TNI tak perlu dibebani dengan tugas politik dan bisnis. Tugas memanggul senjata, menjaga wilayah Republik Indonesia jauh lebih substansial dan mulia.
TNI berpolitik itu tidak baik bagi bangsa dan negara tidak baik bagi institusi TNI. Meski para perwira sangat tahu politik, tetapi tak perlu memasuki gelanggang politik. Kekuatan politik atau partai politik juga tidak perlu merayu anggota TNI untuk ikut berpolitik. Harap diingat, penghapusan peran TNI dalam politik itu termasuk pencapaian yang dilakukan partai politik.
Jadi, partai politik jangan menjilat ludah sendiri dengan mengajak oknum TNI ke wilayah politik. Diperlukan kedewasaan semua pihak untuk menjaga netralitas TNI. Dari TNI-nya sendiri diperlukan sikap perwira seperti tertuang dalam Sapta Marga dan Sumpah Prajurit, sementara partai politik jangan merendahkan diri sendiri dengan mencoba-coba merayu tentara untuk berpolitik
Salam Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H