Mohon tunggu...
Alex Tampubolon
Alex Tampubolon Mohon Tunggu... -

Seorang yang selalu mengatakan yang benar adalah benar yang salah adalah salah.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kebijakan Pengendalian BBM Bersubsidi

29 Agustus 2014   17:21 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:11 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebijakan pengendalian terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) yang bersubsidi adalah keputusan yang memang tidak popular akan tetapi hal ini memiliki alasan yang sangat rasional. Hingga bulan Juli 2014 , persediaan premium tinggal 42 persen dan solar bersubsidi tinggal 40 persen dari kuota yang telah ditetapkan pada tahun ini. Apabila konsumsi dari BBM bersubsidi tersebut tak terkendali maka diperkirakan premium akan habis pada 19 Desember 2014 dan begitupun solar yang bersubsidi pada 30 November 2014.

Hingga 31 Juli 2014, konsumsi dari solar bersubsidi hampir mancapai 9,12 juta kiloliter atau 60 persennya dari total kuota sebesar 15,16 juta kiloliter. Realissasi konsumsi premium pun mencapai 17,08 juta kiloliter atau 58 persen dari total kuota yaitu sebesar 29,29 juta kiloliter.

Mau atau tidak, konsumsi BBM bersubsidi itu harus dibatasi. Yang menjadi masalahnya adalah bagaimana cara yang tepat untuk mengendalikan BBM tersebut. Sejak awal, kuota yang disediakan pemerintah dan DPR pada tahun 2014 ini sebesar 46 juta kiloliter, justru ini mengalami penurunan dari tahun yang lalu yaitu 48 juta kiloliter. Sementara di sisi lain, jumlah kendaraan yang terus meningkat sebagai pemakai utama BBM bersubsidi ini.

Sebagai langkah awal dalam melakukan penghematan, Pertamina pada 1 Agustus 2014 tidak lagi menyalurkan solar bersubsidi di 26 stasiun bahan bakar untuk umum (SPBU) di Jakarta Pusat, dan pada 4 Agustus, Pertamina juga meminta kepada semua SPBU di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali supaya menjual solar bersubsidi hanya pada pukul 08.00-18.00 di kluster-kluster tertentu.

Kemudian pada 6 Agustus, 29 unit SPBU di jalan tol tidak menjual premium bersubsidi dan hanya menjual pertamax. Pertamina juga telah meminta pemerintah daerah agar segera mensosialisasikan pengurangan solar bersubsidi sebesar 20 persen kepada para nelayan.

Pertamina kini tengah membatasi jatah BBM bersubsidi ke SPBU. Di banyak tempat pengendara kendaraan banyak yang tidak mendapatkan informasi tersebut, sehingga kaget mendapati kenyataan BBM bersubsidi sudah habis

Saat ini, muncul diskusi kemungkinannya menaikan harga BBM bersubsidi. Dari apa yang disampaikan oleh presiden terpilih Jokowi, pemerintan baru nantinya ingin mengalihkan subsidi kepada anggaran pembangunan pada khususnya untuk rakyat kecil. Memang pada kenyataannya, harga BBM yang bersubsidi itu memang tidak adil karena banyak kalangan menengah khususnya pemilik kendaraan yang menikmati itu, akan tetapi ketika harga BBM dinaikan, justru rakyat miskin yang menderita akibat dari kenaikan harga-harga karena itu. Sebaiknya kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi itu dibarengi dengan program melindungi rakyat miskin.

Pedoman pokok inilah yang harus diperhatikan oleh pemerintah baru, ketika ingin menaikan harga BBM yang bersubsidi. Apabila rakyat miskin akan semakin menderita, maka kebijakan menaikan BBM ini akan kehilangan rasa keadilan. Seharusnya perhatian pemerintah kepada rakyat miskin adalah harga mati, karena itulah kewajiban pemerintah yang telah dipilih oleh rakyat. Semoga

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun