-Alex Sitinjak & Ica Karina
Dalam beberapa bulan terakhir, banyak mahasiswa dan orang tua mengeluhkan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang drastis. Keputusan ini menimbulkan perdebatan panas, sampai sempat timbul kontroversi oleh slogan suatu kelompok mahasiswa berbunyi “Orang Miskin Dilarang Sarjana”. Dalam situasi seperti ini terutama di tengah kondisi ekonomi yang lesu akibat pandemi, kita perlu merenungkan kembali apakah kebijakan tersebut sejalan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, dasar ideologi negara kita.
Kenaikan UKT di saat ekonomi sedang tidak menentu adalah isu yang sangat sensitif. Banyak keluarga yang terdampak oleh pandemi, kehilangan pekerjaan, dan mengalami penurunan pendapatan. Di sisi lain, institusi pendidikan juga menghadapi tantangan keuangan yang signifikan. Namun, kita perlu menelaah apakah keputusan untuk menaikkan UKT ini sudah sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Pertama, sila pertama Pancasila berbunyi "Ketuhanan yang Maha Esa." Sila ini mengajarkan kita untuk memiliki rasa kemanusiaan dalam segala tindakan. Kenaikan UKT tanpa mempertimbangkan kondisi ekonomi keluarga mahasiswa bisa dianggap mengabaikan prinsip ini. Mahasiswa dari keluarga kurang mampu akan semakin sulit mengakses pendidikan tinggi, yang seharusnya menjadi hak setiap warga negara.
Kedua, sila kedua berbunyi "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab." Pancasila menekankan pentingnya keadilan sosial dan perlakuan yang manusiawi bagi semua warga negara. Kenaikan UKT yang tidak diiringi dengan peningkatan kualitas pendidikan atau dukungan finansial bagi mahasiswa yang membutuhkan, bisa dianggap tidak adil. Ini memperburuk ketimpangan sosial dan ekonomi di tengah masyarakat.
Ketiga, sila kelima berbunyi "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia." Dalam konteks ini, kebijakan kenaikan UKT seharusnya mempertimbangkan keadilan sosial. Peningkatan biaya pendidikan tanpa mempertimbangkan kemampuan ekonomi mahasiswa dapat memperlebar jurang antara yang mampu dan yang tidak mampu, bertentangan dengan prinsip keadilan sosial yang diamanatkan Pancasila
Beberapa pihak mungkin berpendapat bahwa kenaikan UKT diperlukan untuk menjaga kualitas pendidikan dan operasional kampus. Namun, apakah tidak ada cara lain yang lebih bijaksana dan adil? Misalnya, pemerintah dan universitas bisa bekerja sama untuk mencari solusi alternatif, seperti peningkatan beasiswa, subsidi pendidikan, atau restrukturisasi anggaran kampus. Memang, mahasiswa yang berasal dari ekonomi kebawah diberi kesempatan untuk kuliah secara gratis dari KIP-Kuliah.
Masalahnya, apakah mereka yang berhasil mendapatkan KIP-Kuliah memang benar-benar tidak mampu untuk membayar UKT mereka? Tidak jarang muncul kasus-kasus di mana mereka ‘oknum-oknum’ penerima KIP-Kuliah justru dikabarkan memiliki hidup mewah, berfoya-foya tanpa ada rasa malu di hati mereka. Apakah ini yang dinamakan adil? Apakah cita-cita bangsa untuk mencerdaskan kehidupan bangsa akan terwujud? Apakah slogan ‘Generasi Emas 2045’ akan benar-benar ada?
Oleh karena itu, kebijakan kenaikan UKT di tengah kondisi ekonomi yang lesu harus ditinjau ulang dengan mempertimbangkan nilai-nilai Pancasila. Pendidikan adalah hak dasar yang harus dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat tanpa diskriminasi. Kita perlu mencari solusi yang lebih adil dan manusiawi agar pendidikan tinggi tetap dapat diakses oleh semua warga negara, sesuai dengan semangat Pancasila.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H