Mohon tunggu...
Pendekar Saham
Pendekar Saham Mohon Tunggu... Lainnya - Pengamat Sosial, Politik, Pendidikan, Teknologi

managecon.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Orang Sesat Penjual Agama

27 Juli 2010   04:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:34 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa waktu yang lalu, di salah satu daerah luar kota, saat saya sedang usai santap siang bersama seorang rekan kerja, saya mengalami hal yang cukup mengusik ketenangan bathin saya.

Saat itu kala sedang hendak menunggu giliran membayar atas santapan saya di sebuah warung makan sederhana, dari kejauhan sekilas saya merasakan ada yang memperhatikan saya. Saat saya menoleh ternyata ada sesosok orang berpakaian keagamaan tertentu, sedang memperhatikan saya sambil minum dari kejauhan.

Orang tersebut terlihat seperti bergegas ketika memperhatikan saya usai membayar dan hendak pergi meninggalkan tempat tersebut.

Sambil setengah berjalan cepat nyaris seperti berlari orang tersebut bersama rekannya langsung menyerobot masuk ke dalam rumah makan dan menghadang jalan keluar saya, dan langsung menyalami saya. Maaf Pak saya hendak "berhubungan dengan bapak", saya masih bertanya-tanya, apa maksudnya orang ini. Ketika mendadak beliau mengeluarkan "buku kupon" dan langsung menyobekkan karcis nya kepada saya. Ini Pak untuk sumbangan pembangunan tempat ibadah di lantai tiga. Barangkali bapak bisa berbagi rejeki. Saya langsung terkejut, karena, pertama ruko di daerah tersebut berdiri sendiri-sendiri tidak jadi satu lantai satu dengan lainnya. Kedua, orang itu sepertinya tahu saya orang baru di tempat itu karena lama sekali memperhatikan saya. Ketiga tempat ibadah di mana yang dia maksud, karena tidak ada simbol-simbol, logo-logo ataupun spanduk pemberitahuan akan diadakan pembangunan tempat ibadah di daerah tersebut.

Saat sedang berfikir-fikir dengan alasan apa saya harus menolaknya, karena saya merasa orang ini hendak menjual agama untuk keuntungannya pribadi dan juga separuh memaksa karena langsung menyobekkan kupon tanpa persetujuan orang yang dia todong, teman di samping saya langsung dengan sigap mengembalikan kupon tersebut sambil berkata "Oh maaf lain kali saja, sumbangan kan? Tidak memaksa kan?" lalu berlalu begitu saja. Saya langsung mengikuti perkataan teman saya "Oh iya saya juga lain kali saja Pak, sumbangan kan? Suka rela kan?".

Rekan sekalian, jika hendak mencari rejeki, jangan kita pakai cara menjual agama, selain akan membuat orang berpandangan jelek terhadap agama anda, juga akan membuat kita berdosa (setidaknya menurut keyakinan agama saya).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun