Setelah berselang 10 tahun, saya kembali diingatkan pada buku pemberian Prabowo Subianto berjudul "Surat Untuk Sahabat", terbitan tahun 2013.
Buku ini saya anggap sangat menarik, karena didalamnya banyak menyebut kutipan-kutipan pitutur adi luhur kearifan lokal budaya Jawa yang sarat filosofis.
Filosofi kearifan lokal budaya Jawa ini acapkali dipakai Prabowo sebagai jawaban atas keyakinannya seperti yang sering ia kutip; ojo dumeh, ojo adigang adigung adiguno, ojo lali, ojo kagetan, ojo rumangsa iso, ning iso rumangsa sampai becik ketitik ala ketara.
Prabowo juga mengutip ucapan Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln: You can fool some of the people all of the time, and all of the people some of the time, but you can't fool all of the people all of the time.
Pesan yang ia tulis 10 tahun lalu di buku "Surat Untuk Sahabat" diterbitkan jelang Pilpres 2014 ini mengingatkan agar ojo dumeh dan senantiasa mawas diri, eling lan waspada, khususnya untuk seorang pemimpin.
1. Ojo Dumeh
Secara harafiah, makna kata ojo dumeh memiliki arti bahwa hendaknya kita sebagai manusia jangan sok merasa paling hebat, paling digdaya. Pesan ini mengajarkan dan mengingatkan kepada kita semua -- terutama diperuntukkan bagi seorang pemimpin, pejabat atau elit politik -- untuk tidak mentang-mentang, lupa diri dan lupa daratan terbuai mabuk kepayang oleh kekuasaan sedang digenggamnya, sehingga merasa menjadikan dirinya sebagai orang paling digdaya.
Mentang-mentang berkuasa maka yang bersangkutan kemudian menjadi sewenang-wenang menurut caranya sendiri, bahkan suka cawe-cawe untuk kepentingan pragmatis dirinya sendiri.
2. Ojo Lali
Pesan ini mengajarkan dan sekaligus sebagai pengingat buat kita semua -- utamanya bagi seorang pemimpin -- untuk tidak lupa diri. Tidak lupa diri asal usulnya, lupa atau melupakan dari mana berasal dan bertumbuh, kacang lali kulite.