Daripada bengong plongak-plongok di rumah disekat PPKM, mending memanfaatkan waktu luang salah satunya yaitu dengan nonton youtube "Rocky Gerung Official -- Forum News Network" (FNN) yang dipandu Hersubeno Arief, sebagai kuliah gratis. Kuliah gratis, mata kuliah humaniora Rocky Gerung (RG).
Terus terang di sini saya tidak punya pretensi politis apapun dengan materi yang dikuliahkan RG, selain untuk menambah wawasan utamanya di bidang humaniora. Manakala kemudian ada persepsi lain dengan apa yang dikuliahkan RG, di alam demokratis, itu hak setiap personal yang harus pula dihormati. Tidak lantaran hanya beda pandangan politik yang dikuliahkan RG kemudian dibully.
Seperti dalam tulisan saya, "Homo Ludens -- Rocky Gerung" di Kompasiana.com (17/7), saya menyebutkan bahwa RG adalah "manusia yang bermain" dalam rangka memperoleh kegembiraan dan kebahagiaan sebagai sebagai tindakan kebebasannya.
Dalam konteks homo ludens, permainan merupakan realisasi kebebasan manusia untuk mengembangkan dirinya. Permainan itu sendiri sekalgus menjadikannya sebuah tantangan untuk mengaktualisasikan diri secara total. Adapun tujuan akhir dari permainan itu sendiri adalah penghormatan terhadap martabat manusia, juga tentang kebenaran.
Sebagaimana kalau membaca dialognya Socrates yang ditulis Platon, di mana kebenaran itu diperdebatkan secara radikalis ke akar-akarnya secara dialektika. Walau kebenaran itu tetap multitafsir, terus bergulir, dan tidak pernah purna. Tapi setidaknya di sini RG menunjukkan hal itu.
Pastinya di sini kita tidak menginginkan di alam demokrasi terjadi pembungkaman kebebasan mengemukakan pendapat seperti yang terjadi di era Socrates, yang kemudian melahirkan skandal buruk dalam alam demokrasi. Dan apa yang dilakukan Socrates tak lain adalah adalah hak kebebasan berbicara di alam demokrasi.
Dalam apologinya, Socrates mengatakan bagaimana kalian bisa menyombongkan kebebasan berbicara bila kalian memberangus kemerdekaan berbicara yang menjadi hak warga. Di mana kemudian Socrates diadili bukan karena hal-hal yang dilakukan, tetapi dipersalahkan lantaran yang ia katakan terhadap ide-ide demokrasi yang dianggap berseberangan di mata kaum sofis.
Kelugasan dan sikap kritis Socrates ini tidak disukai kaum sofis. Ketidaksukaan kaum sofis terhadap Socrates ini tak lain lantaran ia berbicara tentang kebenaran.
Terlepas suka tidak suka dengan pemilik empat jaket kuning almamater Universitas Indonesia (UI), pastinya setiap orang punya dasar pertimbangan sendiri, begitupun dengan saya. Tapi setidaknya dari kuliah gratis di "Rocky Gerung Official" semakin menambah wawasan saya sebagai jurnalis tentang pengetahuan humaniora. Â Â
Alex Palit, citizen jurnalis, penulis buku "Rock Humanisme -- God Bless", "God Bless -- Aku Bersaksi", "Sejarah Festival Rock se-Indonesia -- Log Zhelebour", "Nada-Nada Radikal Musik Indonesia", dan "Ngaji Deling -- Ratu Adil 2021 / 2024".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H